Search

Warisi Jiwa Bisnis dari Sang Ayah

Bisnis kuliner dan jajanan saat ini memang cukup menjanjikan, dan persaingannya pun sangat ketat. Sehingga tak jarang bayang-bayang kegagalan selalu menyelimuti para pebisnis kuliner. Tapi bagi Idazul Zuliana, hal itu tidaklah berlaku. Seperti apa perjuangannya.

Sidoarjo, AULA – Jajan kiloan memang sudah tidak asing di pasaran. Hal ini membuat persaingan juga semakin besar. Begitupula yang dialami perempuan bernama lengkap Idazul Zuliana, yang telah mengeluti usaha menjual makanan ringan hampir 10 tahun.

“Awal merintis pertama memang bikin kue asal-asalan saja, kemudian saya titipkan ke warung-warung, dan alhamdulillah respon pembeli lumayan bagus,” kata perempuan kelahiran Sidoarjo 6 oktober 1983 ini.

Kemudian usaha itu, ia kembangkan lagi di pasar-pasar karena permintaan semakin banyak. Sampai akhirnya bisa mengambil beberapa karyawan, yang menurutnya memiliki kinerja bagus. “Dulu resepnya dari bapak saya, cuma lupa-lupa ingat lalu saya ingin bikin,” ceritanya.

Resep dari orang tua yang diingat langsung dipraktekan. Walaupun rasanya tidak seperti buatan ayahnya dulu, tapi respon yang diterima dari masyarakat cukup bagus. “Pertama kali itu buat kue keciput, kalau disini kan bahannya dari ketan. Dengan inisiatif itu, saya berfikir bagaimana kalau bahannya keciput saya rubah, dengan bahan dasarnya di ganti tapioka uniknya dari situ,” ungkap perempuan yang pernah nyantri selama 6 tahun di pondok pesantren Sabillunnajah Watutulis Prambon Sidoarjo.

Baca Juga:  Resep Dessert Box Milo Sederhana

Berangkat dari modal awal Rp 2 juta yang ia dapatkan dari bekerja membantu Bude-nya berjualan baju. Hasilnya dikumpulkan sebagai modal untuk membeli peralatan dan bahan-bahan membuat kue.

Dari situ, perempuan yang akrab disapa Zul ini, kemudian mencoba-coba resep ayahnya namun selalu gagal. Tapi kegagalan itu tidak membuatnya kehabisan akal. Salah satunya adalah ketika membuat kue keciput, kuenya ketika digoreng tidak mekar. Terpaksa hasilnya ia jual murah-murahan. Tidak disangka respon dari pedagang malah bagus.

Dengan respon pasar yang menjanjikan, dirinya pun memberanikan diri untuk merekrut karyawan yang masih ada hubungan kerabat. “Waktu itu saya mengutamakan tenaga ahli agar tidak usah mengajari, tentunya bukan berarti tidak percaya dengan warga sekitar, 5 karyawan berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat akhirnya menjadi pilihan,” aku ibu dari 2 anak ini.

Mengalami Masa Sulit

Banyaknya permintaan tetapi barang tidak tersedia, hal ini tentu saja berdampak pada kinerja karyawan. Persoalan inilah yang membelit Zul di tengah usahanya yang mulai berkembang. Hal ini menyebabkan karyawan banyak yang memutuskan berhenti bekerja.

Tetapi ia tetap teguh dan yakin kondisi ini akan berubah. Harapan Zul pun dikabulkan oleh Allah, dan akhirnya ia kembali merekrut karyawan baru yang sedikit mengetahui tentang jajanan, yang bisa dijadikan sebagai teman sharing.

Sistem kerja yang diberlakukan adalah dalam sehari satu orang bisa menghasilkan 1 kwintal kue kering. Meskipun bisa lebih jika ada permintaan dan di hari-hari khusus. Penjualan kue kering omsetnya tidak menentu dan rata-rata Rp 10-15 juta perbulanya. Meski saingan dari hari ke hari dan bulan ke bulan semakin banyak, namun semua itu tidak banyak berpengaruh.

Baca Juga:  Resep Pisang Goreng Kremes Kriuk

Sebab, bagi Zul, ketersediaan pasokan adalah yang utama. “Kalau dari daerah sini yang mengambil produk kita berkisar 3 orang. Lainnya dari luar daerah Surabaya, seperti Malang, dan Probolinggo,” terangnya.

Dulu, kata Zul, sempat ada agen dari probolinggo yang tertarik dengan kue buatannya. Namun, mereka minta agar kuenya dikirim, tapi Zul tidak sanggup karena terbentur transportasi. “Akhirnya, ngambil yang dekat-deket saja. Ada sebagian penawaran untuk pameran besar tapi kita tolak. Karena waktu itu, kita pinginnya mengembangkan toko dulu. Sehingga pameran keci-kecil yang bisa kita ikuti,” tuturnya.

Kembangkan Bisnis Souvenir

Menekuni bisnis kuliner dan jajanan memang ada pasang surutnya. Jika di bulan-bulan biasa omsetnya tidak begitu besar, namun menjelang omsetnya bisa meningkat berlipat-lipat. “Meskipun usaha ada pasang surutnya Alhamdulillah belum pernah kehabisan modal,” ungkap Zul.

Karena dalam berbisnis, Zul mengaku selalu membuat perhitungan yang matang, sehingga jika mengalami kerugian tidaklah besar. Kondisi inilah yang membuat Zul terus berpikir untuk mengembangkan bisnisnya di bidang yang lain.

Baca Juga:  Pengukuhan PC HPN Surabaya, Afiliasi Pengusaha untuk Ekonomi NU Digital

Jiwa bisnis yang sudah menurun dari sang ayah pun langsung ia praktikkan dengan mencari batu loncatan, dengan menjual souvenir, produk home industry seperti bedcover, sprai, dan yang lainnya. “Apapun itu yang penting halal dan dijual bisa untung ya di jual aja,” tekadnya.

Meski cara berbisnisnya ini kemudian dipakai mantan karyawannya, baginya hal itu tidak masalah. Bahkan, beberapa mantan karyawannya ada yang juga menjadi pesaingnya dengan menjual barang yang sama. “Saya tidak ada masalah. Silahkan mereka membuat bisnis yang sama. Saya malah justru bangga, karena ilmu dari sini bisa bermanfaat,” tuturnya.

Berdasarkan pengalaman banyaknya karyawan yang keluar masuk seenaknya, Zul pun akhirnya memutuskan untuk mempercayakan usahanya kepada ibu-ibu dan karyawan muda yang putus sekolah. “Sering banyak warga yang latah, kita usaha bagus mereka kemudian mendirikan sendiri itu kan ya rezeki-rezekian,”ingatnya.

Memang dimanapun kita berbisnis, pasti ada juga yang iri. Tetapi, bagaimana harus bertahan mencoba bersikap baik pada orang yang membenci itu juga penting.

“Alhamdulillah keluarga sudah umrah dan haji, untuk berkewajiban haji alhmdulilah semua keluarga saya sudah bisa daftar walupun belum bisa berangkat. Saya umrah umur 33 tahun, menikah usia 19 tahun. Usahanya memang dari bapak, saya hanya membantu mengembangkan,” kata Zul mengakhiri ceritanya dalam berbisnis.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA