Yayasan Pesantren dan Pendidikan Islam Bintang Sembilan (YASPPIBIS) Wuluhan, Kabupaten Jember menggelar diseminasi produk akademik berupa jurnal tentang Moderasi Beragama di aula Pondok Pesantren (Ponpes) setempat beberapa waktu lalu.
Kegiatan ini digelar bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Jember dan Badan Penelitian dan Pengembangan Agama (Balitbang) Semarang.
Ketua Balitbang Agama Semarang, Ansori mengatakan, tujuan utama dari kegiatan tersebut adalah untuk menguatkan moderasi beragama di kalangan civitas pondok pesantren.
Hal itu perlu dilakukan mengingat pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki peran penting di tengah-tengah masyarakat dari sejak masa kemerdekaan hingga saat ini.
“Adanya UU Pesantren diharapkan akan membawa dampak signifikan bagi pesantren dan santri untuk berperan lebih aktif dalam memajukan bangsa Indonesia,” katanya.
Sementara Kepala Kemenag Jember, H Muhammad mengungkapkan, santri selain sudah diajarkan tentang tawassuth, i’tidal, tasamuh dan musawah, juga dibekali tentang qudwah (kepeloporan).
“Orang hidup tidak selamanya menjadi makmum (orang yang dipimpin). Tapi harus juga bisa menjadi imam (pemimpin),” ujarnya yang dilansir AULA dari NU Online Jatim, Sabtu (13/08/2022).
Ia melanjutkan, santri pasti diajarkan secara teori dan praktik tentang bagaimana memimpin santri junior. Diajarkan berorganisasi, sebagai lurah pondok atau pengurus pondok. Selain itu juga diajarkan muwathonah atau cinta tanah air.
“Pesantren dengan afiliasi NU atau Muhammadiyah pasti dan sudah jelas menyelenggarakan upacara dan hormat bendera semata-mata atau sebagai bentuk mengenang jasa para pahlawan dan dalam rangka mencintai tanah air,” tambahnya.
Sedangkan Ketua YASPPIBIS Muhammad Fauzinuddin Faiz mengatakan bahwa untuk menciptakan keindahan tidak harus menghadirkan kesamaan. Apalagi memaksakan untuk sama. Keindahan dapat diciptakan dengan kebersamaan.
“Itulah hakikat dari moderasi beragama. Moderasi sendiri adalah bahasa yang dibuat pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, namun sejatinya sudah lama didengungkan oleh Nahdlatul Ulama dengan bahasa wasathiyyah atau tawasuth, i’tidal dan tasamuh,” ujar Faiz.
Faiz menganalogikan misalnya orkestra akan terasa indah jika dimainkan secara bersama meski tidak sama. Piano, drum, gitar, dan bass, ke semuanya akan menghasilkan suara yang indah jika dimainkan secara bersamaan meski dengan suara berbeda.
“Sama halnya dengan hadrah atau banjari. Alat penabuh musiknya sama, namun dipukul secara berbeda agar menghasilkan harmoni musik yang enak didengar, inilah harmoni, inilah moderasi beragama” tandasnya.
Diketahui, Yayasan Pesantren dan Pendidikan Islam Bintang Sembilan (YASPPIBIS) merupakan salah satu pesantren terbesar di Jember selatan yang memiliki khittah yayasan seperti keilmuan, keagamaan, keindonesiaan dan kemasyarakatan. Kesemuanya itu diterapkan dalam teori dan praktik.
Secara teori misalnya diwujudkan dengan kurikulumnya dengan memadukan antara khittah yayasan, aswaja dan kontekstualisasi dengan menyesuaikan keadaan dan zaman. Secara praktik diwujudkan dengan kegiatan yang berbasis atas 3 hal tersebut.