BREBES – Ribuan orang dari berbagai penjuru nusantara mengikuti Upacara Haul Ke-11 KH Masruri Mughni dan Haul Ke- 26 Nyai Hj Adzkiya binti H Miftah, Sabtu (30/7). Upacara itu ditandai dengan khataman Al-Quran bilghaib atau hafalan sebanyak 91 kali dan hafalan 800 kali bin nadzor oleh para santri dan penduduk Desa Benda.
Hadir dalam acara tersebut, Wakil Ketua Umum PBNU Nusron Wahid, Anggota DPD RI Abdul Kholik, Rektor Unissula Semarang, Prof Dr Gunarto, Direktur Umum dan Keuangan RSI Sultan Agung Semarang Hj Munadharoh SE MM, Ketua Dewan Pembina YPI Nasima KH Hanief Ismail Lc, KH Ahmad Shobri pengasuh Pondok Pesantren AlFalah Jatilawang Banyumas, para dosen Unsoed Purwokerto, para kiai dan habaib. Para alumni yang tergabung dalam Rabithah Ma’ahid AlHikmah Tsani (Rohmani) juga hadir dalam acara itu.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah2 KH Sholahuddin Masruri (Gus Sholah) menjelaskan, Haul ke-11 merupakan haul kali pertama setelah dua tahun libur karena pandemi Covid-19. Ia melanjutkan, pesantren yang ditinggalkan Abah Masuri adalah amanah yang harus terus diperlihara dan diuri-uri ila akhiruzaaman, bukan ghanimah atau warisan. Karena itu dia bersama adik-adik dan anak cucu Kiai Masruri bertekad akan melanjutkan perjuangan melalui pondok pesantren tersebut.
Sementara, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa mengatakan, Nadlatul Ulama (NU) mengikuti manhaj atau jalan tawasuth atau moderat.
‘’Tidak ekstrem kanan juga tidak ekstrem kiri. Tidak kaku atau terlalu keras (fundamentalis) tetapi juga tidak terlalu bebas atau liberalis. Para ulama pendiri NU mempunyai sanad keilmuan atau transmisi keilmuan yang sangat jelas tersambung sampai Rasulullah Saw. Mereka juga mampu mengkontekstualisasi atau menyesuaikan zaman dan waktu,’’ tegas Zulfa.
Dia mengatakan hal itu dalam tausiah Haul Ke-11 Almaghfurlah KH Masruri Mughni di Masjid An-Nur Pondok Pesantren Al-Hikmah2, Benda, Sirampog, Kabupaten Brebes, Sabtu (30/1). Menurut Kiai Zulfa yang alumni Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Margoyoso, Pati itu, karena sanad keilmuan yang jelas dan kecerdasan para ulama mengkontekstualisasi ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist dengan keadaan zaman, mereka tidak gampang mengkafirkan orang lain yang berbeda faham dan pandangan.
‘’Saya ingatkan, jangan gampang mengkafirkan orang lain selama shalatnya sama, kiblatnya sama dan ajaran yang dianutnya sama,’’ tegasnya.
Pembacaan manakib atau Riwayat hidup Kiai Masruri disampaikan Rais Syuriyah PBNU KH Subhan Ma’mun. Menurut Kiai Subhan, Kiai Marsuri bin Abdul Mughni lahir di Benda, 23 Juli 1943. Ulama yang karib disapa Abah Masruri adalah putra pertama dari dua bersaudara pasangan H Abdul Mughni dan Hj Maryam. Kiai Masruri merupakan cucu dari Muassis Pesantren Al-Hikmah, KH Cholil bin Mahalli.
Sejak kecil, Abah Masruri mendalami ilmu agama di bawah asuhan sang kakek secara langsung. Memasuki usia 14 tahun, pada tahun 1957 mondok di Pesantren Tasik Agung Rembang di bawah asuhan KH Sayuti dan KH Bisri Musthofa. ‘’Kiai Masruri sudah aktif di NU sejak kecil di IPNU,’’ katanya.
Sementara, Wakil Ketua Umum PBNU Kiai Zulfa dalam tausiahnya mengatakan, Nahdlatul Ulama dalam praktiknya di masyarakat selalu menerima tradisi kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan syariah Islam.
Dia merasa gembira karena Al-Hikmah2 diasuh oleh para ulama yang sanad keilmuanya tersambung hingga Rasulullah Saw. ‘’Almaghfurlah Kiai Masruri dikenal sebagai ulama yang zuhud dan sederhana yang sepanjang hidupnya diwakafkan untuk membesarkan Nahdlatul Ulama,’’ katanya.
Upacara haul ditutup dengan bacaan doa oleh KH Muhammad Amin Allatas dari Karanglewas, Purwokewrto, Banyumas. Selain khataman Al-Qur’an, sebelumnya diselenggarakan khitanan massal oleh RSI Sultan Agung Semarang, workshop penulisan dan sosialisasi indsutri hulu migas oleh SKK Migas Jabanusa.