Majalahaula.id. JOMBANG – Bila ingin menikmati makanan dengan suasana anti-mainstream, datanglah ke Pasar Legi, Kota Jombang Jawa Timur. Masuk ke tengah pasar, ada warung sate namanya Sate Kampret. Menikmati makanan di tengah pasar di malam hari akan memberikan sensasi tersendiri.
Meski namanya Sate Kampret, sate ini tidak dibuat dari daging anak kelelawar, melainkan daging sapi dengan lumuran bumbu yang pedas. “Dulu kita dengarnya Sate Kampret saya pikir dari kelelawar kampretnya, ternyata karena bukanya malem, jadi ternyata satenya sate sapi cuman kan unik,” kata Wisnu, warga Jombang yang juga pelanggan Sate Kampret Pasar Legi. Apalagi, menurut Wisnu, di Kota Jombang, penjual sate sapi juga jarang ditemukan.
Wisnu menambahkan, biasanya kalau makan sate kambing atau sate ayam selalu bersama bumbu kacang dan kecap. “Disini sate sapi tapi bumbunya nggak kayak biasanya bumbu sate. Bumbunya agak pedes gitu,” tutur Wisnu.
Penikmat sate Kampret juga tak hanya warga Kota Jombang. Warga dari luar kota seperti Surabaya, Malang, Mojokerto, Pasuruan, Kediri hingga Jakarta juga kerap datang ke warung sederhana di dalam pasar Legi Jombang ini.
“Suami saya yang langganan, terus saya diajak kesini, katanya enak” ujar Urifa, pengunjung yang datang dari Pasuruan. Seperti pengunjung lain, awalnya Urifa mengaku kaget dengan nama makanannya yakni sate kampret. Setelah dijelaskan bahwa menunya adalah sate sapi maka ia bersedia mencicipi.
“Di Pasuruan tidak ada warung sate yang tempatnya tersembunyi di dalam pasar seperti ini,” ucap Urifa jujur. Apalagi, lanjut Urifa, warung ini hanya buka di tengah malam hingga dini hari. Urifa mengaku, tergoda ingin melihat dan merasakan langsung menikmati kuliner tengah malam dengan suasana sekaligus menu yang tidak umum tersebut.
Tak hanya tempat dan suasananya yang anti-mainstream. Bumbu sate kampret bisa dibilang beda. Sensasi rasa pedas yang khas menambah keunikannya. “Rasanya enak sih namanya kampret tapi ini sate daging pedas,” kata Pila. Bukan Cuma bumbunya yang membuat Pila ketagihan. Ternyata daging sapinya juga membuat gadis asal kota Jombang ini sering memesan menu sate kampret di aplikasi pesan makanan online. “Suka banget enak soalnya dagingnya empuk,” tukas Pila.
Satu lagi yang berbeda dari warung ini adalah sayur mayur yang dijadikan pendamping sate kampret. Pengunjung bisa memesan sayur lodeh, pecel, kare dan urap-urap sebagai menu pendamping. “Menurut saya, satenya makin enak kalua dicampur sama sayur. Saya suka tambah pecel. Buat saya menu ini jadi makin unik,” kata Wisnu.
Soal harga, ternyata warung ini menerapkan harga standar yang terjangkau. Meski dipatok harga per tusuk yang jauh lebih mahal dari sate ayam. Namun, jika dilihat dari besarnya daging sate kampret dan harga daging sapi tentu menjadikannya masuk akal. “Harga makan sate kampret menurut saya ga masalah, terjangkau kok,” ujar Wisnu.
Jadi, nama kampret di warung ini, diambil dari nama pedagangnya, yakni Jumain Kampret. Bersama istrinya, Jumain Kampret mendirikan warung ini 29 tahun yang lalu. Saat ini, warung dikelola generasi kedua yakni putri Jumain yang bernama Sri Wahyuni. “Dulu bapak saya buka warung tiap tengah malam. Karena itu beliau sering dipanggil ‘kampret’ sama orang-orang pasar” aku Sri menjelaskan awal mula nama warung sate kampret.
Awalnya, Jumain Kampret, membuka warungnya jelang tengah malam yakni jam 11.00 malam. Karena justru keluar saat tengah malam itulah Jumain dijuluki sebagai ‘kampret” alias anak kelelawar. “Sekarang saya mulai buka jam 9.00 malam. Karena ingin lebih banyak anak-anak muda yang datang,” ujar Sri. Sri mengaku, biasanya warungnya tutup jam 01.00 dini hari karena persediaan menunya sudah habis.
Sri juga menjelaskan, setiap harinya ia berbelanja 36 kilogram daging sapi untuk dibuat sate. “Biasanya jadi lebih dari 2.000 tusuk dan selalu habis,” tukasnya. Untuk bumbunya, ia menghabiskan 5 kilogram cabai dan kacang.
Selain menu utama sate kampret, warung ini juga menyediakan nasi urap-urap, rawon, lodeh, pecel, dan kare. Tertantang mencoba menu anti-mainstream sate kampret?