Presiden Joko Widodo kembali menyinggung soal kemampuan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam menanggung subsidi bahan bakar minyak (BBM) di Tanah Air. Jokowi pun memberikan gambaran jika APBN tidak mampu lagi menanggung subsidi tersebut. Menurutnya, kenaikan harga BBM kemungkinan dapat terjadi sebagaimana kondisi di sejumlah negara.
“(Harga bensin) kita masih Rp 7.650, karena apa? disubsidi oleh APBN. Jangan tepuk tangan dulu, ini kita masih kuat dan kita berdoa supaya APBN tetap masih kuat memberi subsidi,” ujar Jokowi di tengah-tengah sambutannya dalam rangka Hari Keluarga Nasional 2022 yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (07/07/2022).
“Kalau (APBN) sudah tidak kuat mau gimana lagi? Ya kan? Kalau BBM naik, ada yang setuju?,” lanjutnya.
Pertanyaan tersebut mendapat respons langsung dari masyarakat Medan yang hadir di acara itu. Warga yang hadir pun kompak menjawab “Enggak,”. “Pasti semua akan ngomong tidak setuju,” timpal Jokowi.
Dia lantas menjelaskan bahwa Indonesia sebenarnya masih melakukan impor untuk separuh dari kebutuhan minyak untuk Indonesia. Sehingga, apabila harga minyak di luar naik, Indonesia harus membayar lebih banyak untuk harga impor tersebut. Menurut Jokowi, kenaikan harga jual minyak dunia ini dipengaruhi perang Ukraina-Rusia dan juga kondisi pandemi. Dia mengungkapkan, saat masih normal, harga minyak dunia 60 Dollar AS per barrel. Sementara itu, saat ini harganya naik menjadi 110-120 Dollar AS per barrel.
“Sudah dua kali lipat, hati-hati. Negara kita ini, kita masih tahan untuk tidak menaikan yang namanya Pertalite. Negara lain yang namanya BBM, bensin itu sudah di angka Rp 31.000 di Jerman,” ungkapnya.
Tidak hanya sekali ini Presiden Jokowi menyinggung soal subsidi negara terharap harga jual bensin. Pada Maret 2022 lalu, Jokowi pernah menjelaskan soal setiap negara di dunia yang menghadapi kesulitan karena melonjaknya harga minyak dunia. Lonjakan harga minyak dunia dipicu pasokan global yang semakin ketat. Harga minyak dunia saat itu sudah bergerak di atas 100 dollar AS per barrel, melonjak dua kali lipat dari harga normal.
(Ful)