Search

Luluk Nur Hamidah – Pantau Kekerasan Seksual

Anggota DPR RI Fraksi PKB ini mendorong pemerintah mempercepat peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres) sebagai peraturan turunan dari Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“Pengesahan UU TPKS patut dirayakan sebagai momentum penting atau milestone dari agenda pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia khususnya perlindungan bagi korban KS di Indonesia. Namun demikian, kami menilai bahwa pemerintah belum kelihatan keseriusannya pasca diundangkannya UU TPKS,” kata Luluk dalam keterangan tertulis, Kamis (07/07/2022).

Luluk menyoroti UU TPKS telah mengamanatkan pembentukan 10 PP dan perpres sebagai pedoman teknis pelaksanaan UU TPKS. Luluk menilai mestinya pemerintah menyegerakan dan memprioritaskan PP dan perpres tersebut.

Baca Juga:  Puan Maharani Soroti BBM Bersubsidi

“UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengamanatkan pembentukan 10 Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden sebagai pedoman teknis pelaksanaan UU TPKS,” katanya.

“Meskipun UU memberikan waktu hingga 2 tahun dari sejak ditetapkannya sebagai UU, namun mengingat urgensi dan kedaruratan situasi dan kondisi kekerasan seksual di tanah air, maka mestinya pemerintah menyegerakan dan memprioritaskan PP dan perpres tersebut,” imbuh dia.

Menurut Luluk, publik masih merasa belum cukup atas sosialisasi terkait UU TPKS yang dilakukan pemerintah. Dia menilai sosialisasi justru dilakukan ke kelompok masyarakat yang sudah mengawal UU TPKS sejak awal.

“Hingga hari ini publik menilai bahwa tidak cukup ada sosialisasi yang dilakukan pemerintah terkait UU TPKS, baik melalui media cetak dan elektronik, ataupun saluran media lainnya,” ujar Luluk.

Baca Juga:  Ogah Lepas Jilbab

“Sosialisasi justru lebih banyak dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil ataupun individu- individu yang sejak awal melakukan pengawalan terhadap pembentukan UU TPKS. Padahal ini mestinya menjadi tanggung jawab pemerintah,” sambungnya.

Selain itu, Luluk menyoroti penanganan kasus kekerasan seksual secara hukum. Luluk menyebut aparat penegak hukum di lapangan masih kesulitan menjadikan UU TPKS sebagai rujukan dalam penanganan kasus kekerasan seksual.

“Hingga hari ini, aparat penegak hukum di lapangan juga kesulitan menjadikan UU TPKS sebagai rujukan dalam penanganan kasus kekerasan seksual,” tegasnya.

(Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA