Fatayat NU menyatakan korban kasus kekerasan seksual saat ini tidak hanya dialami perempuan. Beberapa temuan terakhir, kasus kekerasan seksual juga dialami laki-laki. Hal ini tentunya menjadi atensi khusus yang harus diperhatikan bersama.
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Fatayat NU ini dalam seminar dan halaqah Bu Nyai se-Kota Tangerang dengan tajuk Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Kegiatan dipusatkan di gedung MUI Kota Tangerang, Senin (04/07/2022)
“Hari ini siapa saja bisa menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Karena korbannya tidak saja terjadi pada perempuan, tapi juga dialami kalangan laki-laki,” ungkapnya.
Alumnus pascasarjana Universitas Indonesia ini mengatakan, kasus kekerasan seksual merupakan fenomena yang harus dicegah bersama. Karena kasus kekerasan seksual bukan sesuatu yang bisa diprediksi. Namun, sebelum jauh membahas soal tersebut, definisi kekerasan seksual harus dipahami dengan baik agar tidak salah dalam mengartikannya.
Definisi kekerasan seksual, lanjut dia, memiliki makna yang luas. Seperti telah diatur dalam Pasal 4 Ayat 2 dalam UU TPKS yang baru saja disahkan beberapa waktu lalu.
“Definisi soal kekerasan seksual itu sangat luas, yakni pemerkosaan, pelecehan, persetubuhan terhadap anak, perbuatan melecehkan terhadap anak, eksploitasi seksual terhadap anak, dan perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban,” ujarnya.
Dirinya menuturkan, secara luas soal kekerasan seksual tidak hanya sebatas itu saja. Pada perkembangan teknologi yang kian pesat, kekerasan dalam bentuk pelecahan seksual bisa terjadi secara visual dalam dunia digital. Bahkan, bisa mengancam secara fisik jika tidak dicegah.
“Kekerasan dan pelecehan seksual bisa terjadi secara daring, hal itu diawali dengan grooming di media sosial. Melakukan bujuk rayu untuk meminta foto bernuansa pornografi. Selepas itu, pelaku akan mengancam fotonya untuk disebar, mau tidak mau korban pun akan takut dan pada akhirnya dilecehkan” tutur Komisioner KPAI ini.
Dunia digital bagaikan pisau bermata dua, satu sisi memiliki manfaat dan mudharat. Terlebih, dunia digital sangat berbahaya pada perkembangan anak.
(Ful)