Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengesahkan pernikahan beda agama. Penetapan izin pernikahan beda agama itu dikeluarkan hakim PN Surabaya atas permohonan pasangan suami-istri berinisial ZA yang beragama Islam dan EDS yang beragama Kristen.
“Kedua pasangan berbeda agama dan berbeda keyakinan bertentangan dengan UU No.1 Tahun 1974 pasal Pasal 2 ayat 1, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu,” ujar Sekjen MUI Amirsyah Tambunan dalam keterangan tertulis dikutip dari VIVA.co.id, Rabu (22/06/2022).
Di bagian lain, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya, Jawa Timur, akhirnya melakukan pencatatan dan mengeluarkan permohonan akta perkawinan pasangan suami-istri (pasutri) beda agama, ZA-EDS. Pencatatan dilakukan setelah Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan permohonan izin menikah beda agama dan mengeluarkan penetapan. Penolakan sempat dilakukan karena penetapan pengadilan menjadi syarat pencatatan akta perkawinan beda agama.
“Jadi, ketika ada permohonan akta perkawinan nonmuslim yang seagama ke Dispendukcapil, langsung bisa kita proses. Tapi untuk permohonan [pencatatan akta perkawinan] beda agama, kita mengikuti aturan di undang-undang, yakni membutuhkan syarat penetapan pengadilan,” kata Kepala Dispendukcapil Kota Surabaya Agus Imam Sonhaji saat konferensi pers di kantor eks Humas Pemkot Surabaya, Jawa Timur, Rabu kemarin.
Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 35 huruf a UU No 23 Tahun 2006 disebutkan, pencatatan akta perkawinan dapat dilakukan apabila ada penetapan dari pengadilan. Artinya, akta perkawinan itu dikeluarkan Dispendukcapil karena pihak pemohon sudah melengkapi dengan adanya putusan dari pengadilan. “Karena permohonan akta perkawinan pasutri beda agama itu sudah mencukupi ketentuan persyaratan yang berlaku di undang-undang, maka permohonan itu kita proses,” jelas Agus.
Dia menyebut, menerbitkan akta perkawinan sudah menjadi tugas dan kewajiban Dispendukcapil. Termasuk apabila pengajuan akta perkawinan beda agama itu sudah ada keputusan atau penetapan hakim di pengadilan. “Sehingga kita melaksanakan perintah putusan pengadilan dan kita terbitkan (akta perkawinan) tanggal 9 Juni tahun 2022,” ungkap dia.
Mantan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya itu kembali menegaskan, bahwa yang mengesahkan perkawinan agama bukanlah Dispendukcapil. Termasuk pula terkait dengan pengesahan perkawinan beda agama. “Jadi, Dispendukcapil hanya bertugas mencatatkan dan mengeluarkan akta perkawinan,” tegasnya.
Sebagai diketahui, persoalan ini bermula ketika ZA, calon pengantin laki-laki yang beragama Islam, bersama calon pengantin wanitanya berinisial EDS yang beragama Kristen, mengajukan akta perkawinan ke Dispendukcapil Surabaya. Akan tetapi, karena syarat pengajuan akta perkawinan mereka kurang, sehingga permohonan itu ditolak.
Keduanya lantas mengajukan permohonan pernikahan beda agama ke Pengadilan Negeri Surabaya pada 13 April 2022. Permohonan itu kemudian dikabulkan pada 26 April 2022 dan tercantum pada penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN Sby.
NF