Magelang – “Aswaja penting diajarkan ke anak didik kita,” pesan K.H. Nur Machin Chudlori saat menyambut para peserta Training of Trainer (ToT) di kediamannya, kompleks Asrama Perguruan Islam (API), Tegalrejo, Magelang pada Selasa (7/6) pukul 14.00 WIB.
Meski begitu penting, Kiai Nur Machin menegaskan bahwa penyampaian dalam pengajaran aswaja ini tidak bisa ditampilkan dalam wujud biasa-biasa saja, apalagi ala kadarnya. Pengajaran soal ini haruslah ditampilkan dalam bentuk yang menarik dan relevan.
“Gimana caranya mengajarkan ahlusunnah wal jamaah dengan cara yang menarik,” tambah Kiai Nur Machin.
Atas dasar kebutuhan yang senada, Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah mengadakan ToT untuk menanggulangi persoalan pengajaran aswaja di madrasah-madrasah diniyah yang dirasa kurang menarik belakangan ini.
Pelatihan intensif yang diselenggarakan selama empat hari, diikuti oleh 80 guru madrasah diniyah se-Jawa Tengah ini, sedianya merupakan upaya peningkatan kemampuan guru madrasah diniyah dalam memaksimalkan media ajar. Terdapat 27 cabang mengirimkan delegasinya, yaitu dari Kota Semarang, Kab. Semarang, Demak, Kendal, Kota Salatiga, Jepara, Rembang, Grobogan, Kota Surakarta, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Karanganyar, Wonogiri, Kab. Pekalongan, Batang, Pemalang, Kota Magelang, Kebumen, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara.
“Mengusahakan integrasi madin dan pesantren, baik dari kurikulum, nilai, dan tradisi. Pada tahap awal integrasi diarahkan pada RMI agar madin bisa menjadi pintu masuk calon santri ke pesantren. Sehingga madin menjadi ladang perjuangan khidmah alumni pesantren. Pada tahap jangka panjang diharapkan para santri madin bisa terintegrasi secara kemampuan dasar dengan pesantren, sehingga tidak sampai lulusan madin harus mengulang kelas di pondok pesantren,” tambah Kiai Machin.
Dalam pelatihan ini, RMI Jawa Tengah berharap guru madrasah diniyah bisa memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Sehingga madrasah diniyah tidak terkesan kuno dan ketinggalan zaman. Sehingga bisa bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan keislaman lainnya yang mulai menjamur di Indonesia.
Upaya ini cukup penting karena tanpa kemampuan memanfaatkan perkembangan terkini, madrasah diniyah dinilai akan sangat ketinggalan. Dan ketika itu sudah terjadi, maka sudah jadi keniscayaan kalau banyak orang yang kini mulai meninggalkan konsep pembelajaran diniyah, atau dalam bahasa Kiai Nur Machin, “menyeberang ‘ke sana’.”
Sambutan untuk para peserta dari Kiai Nur Machin dalam rangka pembukaan acara ToT ini kemudian dilanjutkan oleh KH. Mohamad Muzamil, Ketua PWNU Jawa Tengah.
Dalam sambutannya kepada para peserta, Kiai Muzamil berharap para peserta ToT selalu bisa mengkotekstualisasikan masalah dengan ilmu-ilmu yang sudah didapat selama belajar di pondok pesantren.
“Bagaimana cara mengatasi masalah dengan ilmu yang sudah didapat dari para kiai,” pesan Kiai Muzamil dalam sambutannya.
Lebih lanjut Kiai Muzamil juga menegaskan kepada para guru madrasah diniyah se-Jawa Tengah yang hadir ini agar selalu bisa menyelesaikan masalah dengan ilmu.
Beliau malanjutkan kebaikan yang kita lakukan sekarang ini tak hanya kita yang menikmati, tidak hanya diri kita sendiri, semoga anak cucu kita di kemudian hari. Keadaan sekarang ini tentu tidak lepas dari riyadhoh dari orang tua dan guru-guru kita. Kita bisa nikmati sekarang ini.
“Cara mengatasi masalah dengan cara yang bijak. Dengan ilmu. Bukan dengan berantem,” tambah Kiai Muzamil.
Usai pembukaan yang diadakan di Pondok API, Tegalrejo, para peserta lalu dipindah ke Pesantren Enterpreneur Partner di Sidoagung, Tempuran, Magelang, untuk melanjutkan acara pelatihan ToT sampai empat hari ke depan (7-10 Juni).
Kegiatan ini dinarasumberi oleh KH. Dian Nafi’ (Ketua PP RMI NU), Dr. Imam Mahalli, Dr. H. Shodiq, Ali Formen, Ph. D dan Dr. M. Rikza Chamami. (*)