Direktur Yayasan Bani KH Abdurrahman Wahid (YBWA) Alissa Qotrunnada Wahid mengingatkan semua kalangan terkait keberadaan Indonesia. Dijelaskan Ning Lissa, bahwa cikal bakal negara Indonesia adalah perbedaan.
“Indonesia ada karena perbedaan,” kata Alissa sebagai pembicara kunci dalam acara peluncuran Program BEST, di Hotel Millenium, Jakarta Pusat, Senin (23/05/2022).
Menurutnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang penuh keragaman, etnis, budaya, bahasa, dan terdiri dari ribuan pulau merupakan suatu warisan yang harus disyukuri bersama seluruh komponen bangsa. Karena itu, tidak elok jika keberagaman tersebut dijadikan sebagai masalah untuk memecah belah bangsa.
“Keberagaman yang hadir di bumi Indonesia memang tidak perlu diragukan lagi. Terdiri dari ratusan bahasa dan budaya, serta agama, jadi keberagaman bukanlah sebuah hal baru bagi masyarakat Indonesia,” tuturnya.
Tokoh perempuan yang kini menjadi Ketua Tanfidziyah PBNU ini juga menyinggung, ketika masa kemerdekaan, apabila pendiri proklamasi saling egois dan tidak mementingkan keberagaman, Indonesia tidak akan ada. Namun, karena demi kesejahteraan bersama, Indonesia pun terlahir dari keberagaman tersebut.
“Bisa jadi saya berwarga negara Jawa, lalu yang Maluku jadi Warga Republik Maluku Selatan, kalau dulu pada 1945 para pendiri bangsanya memilih untuk saling memaksakan dan tidak bersepakat, tapi karena ingin mempersatukan keberagaman yang ada, maka ada gagasan Indonesia untuk mengikat kita semua,” jelas Alissa.
Sayangnya, ungkap dia, meskipun sudah dalam satu ikatan, pertentangan soal nasionalisme dan agama masih saja menjadi permasalahan bangsa. Yang lebih mengkhawatirkan hal tersebut pun terjadi di ruang sistem pendidikan, di mana mayoritas merasa berkuasa atas lingkungannya.
“Eksklusivisme dan ekstremisme yang tumbuh berkembang belakangan ini telah melahirkan maraknya tindakan intoleransi dan diskriminasi. Bahkan, saat ini, eksklusivisme beragama pembibitannya (juga) ada di dunia sekolah,” ungkap Ketua Koordinator Jaringan Gusdurian Nasional itu.
Dirinya sekali mengingatkan hal tersebut dan hendaknya menjadikan kesadaran tersebut sebagai hal yang tidak terpisahkan. Dengan demikian, kemajemukan sebagai bagian tidak terpisahkan dalam diri setiap warga.
(Ful)