Search

Pemerintah Dinilai Lambat Deteksi Hepatitis Akut

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane menilai pemerintah terlambat dalam mendeteksi kasus hepatitis akut misterius di Tanah Air. Pasalnya, per hari ini, terdapat 15 kasus hepatitis akut terdeteksi di Indonesia dengan lima di antaranya telah meninggal dunia.

Masdalina mengatakan, deteksi yang cenderung lambat terjadi lantaran penyebab dari penyakit tersebut masih belum jelas. “Ini menjadi sinyal terlambat deteksi dan manajemen klinisnya memang belum jelas karena penyebab pastinya belum clear,” ujar Masdalina, Rabu (11/05/2022).

Adapun 15 kasus hepatitis di Indonesia terdeteksi di 5 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Bangka Belitung. Kasus terbanyak yakni di DKI dengan 11 kasus.

Baca Juga:  Pemerintah Klaim Belum Ada Laporan Hepatitis Akut

Masdalina pun menjelaskan, berkaca pada kasus yang terjadi di Inggris, sebanyak 70 persen kasus hepatitis akut pada anak disebabkan oleh Adenovirus. Virus yang merupakan salah satu penyebab dari beragam penyakit seperti flu hingga infeksi saluran pencernaan tersebut sebenarnya tidak virulen, atau tidak menyebabkan keparahan.

“Maka, kalau kematiannya banyak, mestinya lebih banyak lagi kasus yang belum terdeteksi di komunitas,” jelas Masdalina.

Deteksi hepatitis akut pada anak hingga saat ini masih mengandalkan uji fungsi hati dengan mengecek serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) dan serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT).

Pasalnya, hingga saat ini belum ada definisi suspek dari WHO terkait penyakit ini. Padahal, definisi suspek menjadi penting untuk menyaring sebanyak mungkin kasus. “Sementara peningkatan SGOT dan SGPT baru terlihat setelah fungsi hati mulai rusak,” ujar Masdalina.

Baca Juga:  Kemenag Cabut Izin Operasional Pesantren Shiddiqiyyah Jombang

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sempat menjelaskan, virus yang menyebabkan penyakit hepatitis akut menular lewat asupan makanan atau melalui mulut.
“Apa yang perlu dilakukan masyarakat yang pertama adalah virus ini menular melalui asupan makanan yang lewat mulut. Jadi, kalau bisa rajin cuci tangan, jadi kita pastikan apa yang masuk ke anak-anak kita untuk bersih, karena ini menyerang di bawah 16 tahun lebih banyak lagi di bawah lima tahun,” ujar Budi.

(Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA