Search

Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Simpan Kisah Kerajaan Sriwijaya

Terletak di dekat plaza Benteng Kuto Besak, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II secara khusus menampilkan sejarah kota Palembang mulai dari masa Sriwijaya sampai dengan Kesultanan Palembang. Museum ini awalnya merupakan keraton milik kesultanan Palembang bernama Keraton Kuto Kecik atau Keraton Kuto Lamo yang dulu bangunannya sebagian besar berbahan kayu dan kemudian berubah menjadi rumah Komisaris Kerajaan Belanda di Palembang.

Sesuai dengan namanya, Museum ini lebih banyak menampilkan benda-benda peninggalan Kesultanan Palembang. Di dalam museum ini terdapat berbagai jenis koleksi dari arkeologi, etnografi, biologi, seni dan terutama koleksi mata uang. Berbagai macam prasasti, arca kuno seperti Buddha dan Ganesha Amarawati juga peninggalan lainnya dari era Sriwijaya juga tersedia di museum ini.

Baca Juga:  Danau Toba Butuh Hotel Bintang 5

Museum Sultan Mahmud Badaruddin II menampilkan koleksi tekstil, senjata, pakaian tradisional, kerajinan, dan koin Sumatra Selatan. Kebun-kebun museum dipenuhi dengan artefak dari zaman Sriwijaya, misalnya patung Ganesha dan Budha.

Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB II) terletak di kawasan Wisata Benteng Kuto Besak (BKB). Bangunan megah berukuran panjang  32 meter, lebar 22 meter dan tinggi sekitar 17 meter, berarsitektur Eropa dibangun oleh kolonial Belanda mulai tahun 1823 dan selesai pada tahun 1825. Dari wawancara dengan Nyimas Ulfa Aryeni Kasubag TU Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang, bangunan ini sebelumnya dipakai sebagai rumah dinas Residen Belanda di Palembang . sebelum bangunan yang sekarang menjadi museum ini didirikan sebuah keraton yang dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo atau Sultan Mahmud Badaruddin I sekitar tahun 1737 M.

Baca Juga:  Ramah Wisatawan, Yuk Kunjungi Kawasan Islam di Pulau Dewata

Setelah kekalahan Kesultanan Palembang Darussalam dalam peperangan melawan Belanda pada tahun 1821 yang ditandai dengan disingkirkannya Sultan Mahmud Badaruddin II, selanjutnya keraton dihancurkan. Penghancuran ini tentunya tidak semata-mata dilatari oleh kepentingan untuk mendirikan bangunan bergaya Eropa tetapi lebih dari itu dengan dihancurkannya bangunan keraton diharapkan kesan monumental dari ikatan emosional antara pemimpin yang diasingkan dan rakyatnya segera terputus.

Seiring dengan berjalan waktu dan dinamika sejarah yang terjadi di Kota Palembang, fungsi bangunan ini sudah silih berganti, mulai dari markas tentara jepang pada masa pendudukan, Teritorial Kodam II Sriwijaya diawal kemerdekaan, beralih pengelolaan ke Pemerintah Kota Palembang sampai akhirnya menjadi museum. Nama museum diambil dari nama Pahlawan asal Palembang, yaitu Sultan Mahmud Badaruddin II karena semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan dan berjasa sangat luar biasa dalam melawan penjajah.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA