Ketua DPR RI ini mengatakan perempuan sering berada dalam pusaran konflik, mulai dari konflik rumah tangga, sosial, hingga perang antarnegara. Sebagai kelompok rentan, selain anak, perlindungan perempuan dalam konflik harus menjadi prioritas.
“Dalam situasi konflik, perempuan sebagai kelompok rentan bisa menjadi korban berkali-kali. Mendapat kekerasan, kehilangan akses kebutuhan dasar, akses sumber daya alam, sampai menjadi sasaran kekerasan seksual. Oleh karenanya, perlindungan dan kepentingan perempuan harus menjadi priorotas pada masa mitigasi konflik dan pascakonflik,” kata Puan dalam keterangannya, Kamis (10/03/2022).
Hal tersebut diserukan Puan dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada Selasa (08/03/2022), di tengah berbagai konflik yang tengah melanda dunia.
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini menegaskan negara harus menjamin hak-hak perempuan secara penuh, terlebih dalam situasi konflik dan pascakonflik sekalipun. Kebijakan-kebijakan negara tidak boleh memperbesar kesenjangan sosial dan diskriminasi terhadap perempuan.
“Regulasi yang disahkan negara harus berfungsi efektif untuk menjamin perlindungan terhadap perempuan,” ujarnya.
Ia menegaskan, DPR sendiri terus memastikan legislasi yang dibuat melindungi perempuan sebagai kelompok rentan. Salah satunya adalah Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah.
“DPR RI akan terus mengawal hak-hak perempuan dan perlindungan perempuan agar tidak lagi menjadi korban, terlebih dalam situasi konflik,” ucap Puan.
Di sisi lain, Ketua DPR mengajak perempuan Indonesia agar selalu berani bersuara saat menghadapi konflik. Sebab perempuan punya banyak kontribusi positif pada terciptanya perdamaian.
“Perempuan berperan sebagai inisiator perdamaian. Khususnya bagi penyintas dalam konflik, perempuan bisa bersama-sama bergerak menciptakan keadilan sebab pemenuhan keadilan dan hak-hak perempuan juga menjadi amanat dalam resolusi PBB,” ungkap mantan Menko PMK itu.
Hari Perempuan Sedunia sendiri bermula dari adanya aksi unjuk rasa pada 8 Maret 1909. Lalu, aksi buruh perempuan di New York pada tahun 1911 menjadi tonggak sejarah kesetaraan gender dalam aspek-aspek kehidupan.