Arus informasi bergerak begitu cepat, begitu pula dengan dakwah. Dakwah zaman now sudah memiliki cara yang lebih praktis. Seseorang bisa mencari kebutuhannya hanya dengan satu klik jari. Masalahnya, bagaimana cara mencari jawaban yang benar? berikut ulasanya.
—
Keterlibatan perempuan dalam bersuara bukanlah hal baru, sejak zaman Rasullulah sudah banyak perempuan yang ikut berjuang dalam dakwah. Seperti Sayidah Khadijah, Sayidah Rabiatul Adawiyah, Raden Ajeng Kartini, dan masih banyak lagi. Mereka melakukan dakwah dengan jalanya masing-masing.
Begitupula yang dilakukan Hj. Nafisah B. Taqiyah, S. PdI, awalnya dirinya hanya berdakwah di dalam pondok pesantren dengan mengajar di MI dan MA At Taqwa Cabean Pasuruan. Sampai dirinya memutuskan untuk mengikuti ajang dakwah di salah satu televisi swasta.
Awalnya perempuan dengan sapaan akrab Ning Nafa ini tidak berfikir akan mengikuti ajang sampai tingkat nasional. Sampai bisa masuk di televisi. Tetapi tak di sangka ajang ini berlangsung dari tingkat kabupaten kota sampai provinsi.
“Pada waktu itu perlombaan diadakan di hotel Inna Simpang Surabaya, dan lolos masuk ke Jakarta. Prasangka orang tua ya kalau sudah di inna Simpang Surabaya itu, dapat juara terus pulang. Ternyata masih ada rentetan lebih panjang lagi di Jakarta. Alhamdulillah dengan doa dan ridla kedua orang tua, dengan terus mengingat kepada Allah dan berdzikir. Alhamdulillah mendapat juara 2 se-indonesia,” aku perempuan kelahiran Pasuruan 22 Juli 1989 ini.
Ajang dakwah tingkat nasional itu pertama kali diikutinya pada tahun 2006, tepatnya pada waktu dirinya berusia 17 tahun. Awalnya Ning Nafa merasa ajang itu seperti lomba biasa, dirinya sempat kaget karena banyak sekali kamera besar di sekeliling tempat perlombaan. Ternyata lomba itu merupakan seleksi untuk memilih perwakilan Jawa Timur ke tingkat nasional.
“Sejak saat itu saya mulai berani berdakwah di televisi, mencoba untuk sama-sama mengingatkan untuk mau berbuat baik. Sama-sama berbuat amar maruf nahi munkar sebuah frasa dalam bahasa Arab yang berisi perintah menegakkan yang benar dan melarang yang salah,”terangnya.
Tantangan Dakwah
Perempuan pesantren saat ini mulai bermunculan dalam berdakwah. Meskipun masih terbatas, hal ini sangat diperlukan, mengingat gencatan informasi yang sangat deras. Memerlukan perempuan juga untuk buka suara, dan ikut aktif dalam berdakwah.
Bagi Ning Nafa yang perlu diperhatikan dalam berdakwah di media ada banyak hal, salah satunya pemilihan materi yang tidak boleh dadakan. Pemateri harus belajar dahulu sebelum mulai bicara. Jangan karena masuk di TV pemteri bisa asal bicara. Karena salah bicara sedikit saja, akan timbul banyak permasalahan. Bukan berbicara mengenai pro kontra, tetapi bagaimana bicara apa yang baik dan tidak.
“Perlu diingat perempuan berdakwah sudah bukan hal yang tabu lagi, asal sesuai koridor, perempuan tidak harus yang ada di pesantren saja. Tapi yang diluar pun perannya juga harus aktif. dalam artian berdakwah yang benar, dengan tuntunan masyayikh (para guru) yang Alim,”ujar Ning Nafa yang sekarang aktif mengisi Kiswah Female di salah satu stasiun TV.
Selama mengantongi restu dan doa dari keluarga, ibu dari tiga orang anak ini merasa jalan dakwahnya diberi kelancaran oleh Allah SWT. terutama dukungan suami, yang tidak lelah membantu dirinya dalam memilih materi untuk berdakwah.
Sebelum materi itu diberikan, biasanya Ning Nafa melakukan tanya jawab dengan suaminya. Untuk sarana uji materi. Jika dirinya belum bisa menguasai, Ning Nafa lebih memilih untuk memberikan materi lain, agar tidak terkesan ngawur dalam berdakwah.
“Alhamdullilah selama ini tidak ada penolakan dalam berdakwah, karena ini merupakan salah satu perjuangan bagi saya. Saya merasa diberikan kemudahan, saya berguru dari Rasululloh, yang dulu pernah di tolak ketika mau dakwah ke daerah Thoif dari warganya. Tetapi dengan kesabarannya, beliau malah mendoakan mereka yang menolak,” tutur peraih Juara 2 ajang dakwah disalah satu tv Indonesia ini.
Segala ujian dalam dakwah bagi Ning Nafa adalah menguji kesabaran sehingga harus tetap menebar rahmat. Karna banyak yang pintar tapi keblinger atau tersesat, meskipun bertambahnya literatur yang ada, salah satunya berkembang liar di media sosial.
Ini merupakan salah satu tantangan yang sulit bagi Ning Nafa. Karena dalam berdakwah terkadang dakwah benar pun, masih di cari-cari kesalahannya, dan yang salah, kadang masih dicari-cari celah pembenarannya.
“Perubahan pola pikir yang agak menyimpang, itu juga salah satu dari banyaknya membaca literatur liar di media daring, yang menurutnya benar, atau pengalaman yang masih butuh di filter, tapi karena dirinya sudah mendapat pengalaman itu, semuanya semuanya dianggap benar. Disinilah pentingnya memilih guru yang nyata yang bisa membuktikan kebenaranya. Pemuda pesantren jangan takut untuk berbicara,”kata lulusan S1 Universitas Islam Malang (Unisma) ini.
Ini juga mempengaruhi pola ajar di pesantren santri zaman dulu dengan santri masa kini. Perbedaan dan persamaan yang bisa diamati adalah, santri zaman moderen seperti sekarang ini bagi Ning Nafa dari segi sam’an wa thoatannya atau mendengar dan ketaatanya harus bisa lebih diterima dan masuk akal. Tentu dalam mengajar harus disertai kesabaran yang ekstra, kadang singkatan guru saja sudah berubah diguyu dan ditinggal turu.
Sedangkan persamaan santri zaman sekarang dengan dahulu, yang namanya santri dipondok pesantren, pasti ngaji kitab kuning, sama jauh dari orang tua dan keluarga, dan pasti semua santri yang masuk untuk belajar masih memiliki niat agar menjadi lebih baik.
Pendidikan di Pesantren
Berdakwah di luar pesantren membuat Hj Nafisah B Taqiyah lebih mengerti arti hidup dan kehidupan, dirinya sedikit lebih bisa survive dan memunculkan positif thinking dalam menghadapi kegalauan hidup dan permasalahan lainya. Bahwa semua hal khususnya terkait agama bukan perkara yang harus diatasi dengan kaku, ada banyak cara yang bisa dilakukan sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman.
Temasuk pembelajaran di pesantren Al Ghazali Sabreh Bangkalan, sistem pembelajaran di pesantren salaf yang diasuhnya sudah mulai menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Seperti pengenalan media elektronik yang mulai diberikan kepada santri meskipun masih terbatas.
Ning Nafa yang merupakan Pengurus Wilayah Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (PWLDNU) Jawa Timur ini memberikan cara pengajaran yang sama dengan pondok pesantren yang lain yaitu sistem klasikal dan non klasikal, ditambah dengan kursus-kursus dan pendalaman kitab kuning melalui musyawarah dan Bahtsul Masail
“Untuk tingkat pertama ada kelas khusus belajar baca kitab dengan menggunakan kitab Al Muroqi dan juga Aurod Toriqoh sebagai amalan harian santri, kita lakukan pembelajaran tradisional dengan menambahkan pengetahuan moderen dalam pemecahan masalah di Bahtsul Masail, sebagai bekal santri,”kata perempuan yang pernah aktif di Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Pasuruan ini.
Meskipun aktif kegiatan dakwah di luar, Ning Nafa tetap memiliki banyak waktu untuk mengaji bersama santri putri di pesantren, bahkan dirinya juga aktif mengikuti kegiatan muslimatan meskipun tak jarang usianya terpaut lebih muda.
“Intinya tetap ikut majilis bila ada kesempatan. Karena di dalam suatu perkumpulan yang baik, yang membawa hikmah dan manfaat, Insyaallah tercurah rahmat Allah SWT,”tuturnya.
Ning Nafa tidak pernah merasa canggung meskipun harus ikut jamaah muslimta, karena dirinya memang termasuk anak mama, dia sangat dekat dengan ibunya, yang menjadi salah satu guru baginya dalam memberi pelajaran metode dakwah mulai dari kecil hingga dewasa dan bisa mandiri seperti saat ini.
“Setiap dekat dengan orang tua menurut saya semuanya menarik, inilah baru terasa, karena orang tua saya sudah almarhum semua. Mungkin bagi teman-teman yang masih ada ortunya, belum merasakan kenikmatan bersama mereka, tapi kalau sudah tiada baru terasa, bahwa kehadirannya begitu berharga,”pungkasnya. Diah Rengganis