Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat KH Abun Bunyamin bersama Katib Syuriah Kiai Ade Fatahillah dan jajaran kepengurusan mengunjungi Pondok Pesantren (Ponpes) Tahfidzul Quran Miftahul Khoirot, Desa Manggung Jaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, Selasa (22/2) lalu.
Selain jajaran PWNU, Wakil Katib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Ikhsan Abdullah juga turut hadir di Ponpes Miftahul Khoirot.
Ponpes Miftahul Khoirot mengalami musibah kebakaran pada Senin (21/2) pukul 14.00 WIB. Diduga kebakaran tersebut diakibatkan oleh korsleting listrik. Kejadian tersebut mengakibatkan 8 santri putra meninggal dunia.
Dalam kunjungannya, Rais Syuriah PWNU Jabar menyampaikan bela sungkawa yang sangat mendalam bagi korban kebakaran tersebut.
“Semoga para santri yang menjadi korban, meninggal dunia sebagai syuhada,” ungkap Kiai Abun Bunyamin dalam sambutannya.
Kiai Abun berharap, semoga orang tua santri yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran atas kejadian tersebut. Menurutnya, Insyallah terdapat hikmah dari Allah SWT dari musibah yang terjadi ini.
Atas kejadian musibah tersebut PWNU Jawa Barat menyerahkan bantuan uang tunai sebesar Rp50.000.000 kepada Ponpes Miftahul Khoirot, diserahkan langsung kepada Pimpinan Ponpes, Kiai Agus Muhtadi.
“Semoga bantuan ini dapat membantu Ponpes Miftahul Khoirot dan para korban, insya allah bantuan ini merupakan bantuan tahap pertama, yang kemudian untuk tahap selanjutnya akan disampaikan oleh pengurus PWNU yang lain,” pungkas Kiai Abun Bunyamin.
Dibangun sejak 1932, Pesantren yang berada di Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang itu dikenal sebagai pesantren tahfidz pertama di Karawang. Pesantren tersebut dibangun pertama kali oleh Kyai Haji Zarkasih pada tahun 1932.
Sang Kyai kemudian mencari ilmu ke ke Syekh Tubagus Ahmad Bakri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mama Sempur di Purwakarta.
Setelah belajar dari Mama Sempur, Kiai Haji Zarkasih mendirikan Pesantren Pusaka. Abdul Muhaimin (31), pengurus pesantren bercerita kala itu pesantren diikuti oleh bapak-bapak. Namun dengan berjalannya waktu banyak anak-anak yang ikut mengaji.
“Awalnya hanya pengajian bapak -bapak. Kemudian lama – lama anak-anak juga ikut ngaji. Santri kalong istilahnya,” kata Muhaimin.
Sang Kiai kemudian menikahkan anak perempuannya dengan penghafal Al-Quran, Kiai Haji Muhtadin Al Hafiz. Sang menantu kemudian meneruskan Pesantren Pusaka dan menggantinya dengan nama Pesantren Miftahul Khoirot.