Search

Hj Maria Ulfah Anshor Jaga Martatabat Perkawinan

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Fatayat NU ini turut menyayangkan isi ceramah salah seorang ustadzah soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ia pun mengimbau agar yang bersangkutan memahami isu KDRT dari dua sudut pandang.

“Seorang pendakwah perlu melihat dua sudut pandang bila ingin membicarakan mengenai masalah tersebut,” ujar Maria beberapa waktu berselang.

Pertama, kata Maria, berdasarkan substansi KDRT melalui perspektif Islam yang dengan tegas mengatakan bahwa kekerasan terhadap seorang istri merupakan tindakan yang dilarang dalam banyak hadits, bahkan Al-Qur’an. “Ada Al-Qur’an yang dengan sangat clear mengatakan wa’asyiruhunna bil ma’ruf. Bahwa pergaulan atau relasi, gaulilah istrimu dengan baik. Itu relasi tidak hanya bergaul dalam arti bersetubuh, ya,” katanya.

Baca Juga:  Nabilah Ratna Ayu Azalia: Ketenangan Hati dengan Hijab

Agama Islam, kata Maria, menekankan bahwa seluruh interaksi kehidupan selama masa perkawinan haruslah bersifat ma’ruf, baik, dan bermartabat. Sehingga saat menyampaikan ceramah mengenai KDRT, sebaiknya pendakwah memberi pemahaman kembali tentang kedudukan relasi itu dalam ajaran Islam. “Sementara pada sudut pandang hukum positif, pendakwah harus memahami bahwa negara telah memiliki sebuah Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT),” terang dia.

Pasalnya, lanjut dia, dalam UU PKDRT disebutkan kekerasan merupakan tindakan terlarang. Kemudian, meskipun seorang istri tidak merelakan suami untuk dihukum, perlakuan itu tetap bisa diadukan kepada kepolisian karena telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang.

“Nah, melalui kedua sudut pandang itulah, pendakwah bisa membekali dirinya dan menegaskan bahwa kekerasan dalam substansi Islam, merupakan hal yang dilarang dan tidak membenarkan kekerasan dalam rumah tangga disimpan ataupun disembunyikan,” tegasnya.

Baca Juga:  Dampingi Suami Raih Kesuksesan

Menurut mantan aktivis Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakspesdam) NU itu, baik lelaki maupun perempuan harus punya perspektif Islam yang rahmat lil alamin. Islam yang ramah kepada segenap umat manusia, termasuk alam semesta.

“Itu universal sekali dan harus dipahami oleh semua orang Muslim, apalagi bagi seorang penceramah, da’iyah seperti itu,” tandas aktivis perempuan kelahiran Indramayu, 15 Oktober 1960 itu. (Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA