AULA, Surabaya – Malam puncak Hari Santri Nasional (HSN) 2021 berlangsung dengan khidmat. Di kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Jumat (22/10) Pukul 19.00 hingga selesai. Kegiatan ini dihadiri oleh pengurus PWNU, lembaga, banom, pejabat daerah, dan seluruh peserta yang mengikuti via streaming youtube Aula Channel, zoominar, dan beberapa siaran streaming lainnya.
Dalam sambutanya, KH Anwar Iskandar Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim mengatakan, beberapa hal yang penting dipelajari dari hari santri saat ini. Yakni bagaimana renungan resolusi jihad yang bisa diambil para santri, agar menjadi menjadi seorang yang berhasil.
“Kalau dulu dibawah komando Mbah KH Hasyim Asy’ari, setelah musyawarah dengan Mbah KH Wahab Hasbullah, Mbah Bisri Syansuri dan beberapa kiai-kiai se-Indonesia. Maka lahirlah sebuah kalimat yang menjadi karya besar para ulama zaman itu, untuk kepentingan kemerdekaan bangsa dan Negara yaitu kalimat yang berbunyi resolusi jihad,”papar KH Anwar Iskandar.
KH Anwar Iskandar mengatakan, bahwa peristiwa itu tepat tercetus pada 22 Oktober 1945. Sedangkan sekarang sudah 22 Oktober 2021. Tantangan jihad yang dihadapi oleh kasepuhan, masyayikh, dan para pendiri bangsa Indonesia ini dulu. Bagaimana bisa membebaskan Negara dan bangsa ini dari penjajahan.
“Karena ketika 22 Oktober tahun 1945 itu adalah penjajahan sekutu, dengan perjuangan ini pembelaan para pahlawan dulu berhasil,”ungkap KH Anwar Iskandar.
Malam itu, tantangan dari para kiai setelah kemerdekaan itu diumumkan pada 17 Agustus 1945 oleh Bung Karno. Sejak saat itu sekutu tidak terima dengan pengumuman itu, dengan ingin kembali merebut kemerdekaan.
“Atas hal ini para kiai dan ulama mengumumkan Cangcut Tali Wondo yang artinya ikut bekerja sama dengan segenap kemampuan yang dimiliki, dan tidak hanya berpangku tangan,”kenang KH Anwar Iskandar akan kisah resolusi jihad.
Mulai dari kekuatan fisik hingga kekuatan batin kala itu dikerahkan oleh para Kiai. Seperti kekuatan riyadhoh atau tirakat, suwuk atau memantrai, dan lain sebagainya dikerahkan semuanya. Karena begitu sengitnya untuk merebut kemerdekaan.
Maknanya adalah para kiai dan santri pada saat itu, selain kesehariannya menekuni dunia ilmu islam, yang berbasis Ahlussunah wah Jamaah, juga berorientasi pada prinsip moderasi. Para punggawa NU ini adalah bagian dari para pejuang yang peduli pada nasib negaranya. Untuk itu rela menebus dengan jiwa dan raganya.
“Sejarah sudah berlalu, sejarah sudah menulis nama mereka dengan tinta emas. Saat ini semua orang sedang menikmati jasa para pendahulu. Marilah kita menanam sesuatu yang bermanfaat, bermaslahah, untuk umat, bangsa, dan Negara ini. Agar generasi yang akan datang bisa menikmati apa yang saat ini sedang kita tanam,”pungkasnya.red