Search

Ketua PWNU Jabar: Jika Melihat Orang Hebat, Tiru Prosesnya

Bandung, AULA- KH Hasan Nuri Hidayatullah Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat mengatakan di akhir kitab Irsyadul Ibad ada satu cerita orang saleh bermimpi masuk ke surga dan bertemu dengan 40 nabi. Kemudian, para nabi tersebut diberikan pertanyaan yang sama oleh orang soleh tersebut. “Dulu waktu hidup di dunia, yang paling dikhawatirkan apa?,” katanya.

Kemudian, 40 nabi tersebut menjawab dalam mimpinya.

أخرجوا من الدنيا على غير ايمان

“Yang menjadi kekhawatiran mereka, yang paling membuat resah adalah takut keluar dari bumi ini dalam arti mati dalam keadaan tidak beriman. Kalau itu yang menjadi kekhawatirannya para nabi sebagai orang-orang yang ma’sum, apalagi manusia biasa seperti kita semua,” jelas kiai yang akrab disapa Gus Hasan tersebut saat memberikan tausyiah pada haul ke-44 KH Ruhiat dan ke-14 KH Moch Ilyas Ruhiat yang diselenggarakan Pondok Pesantren Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya, Senin (26/7).

Ia juga menerangkan, setiap kita mendengar cerita orang saleh, alim, ataupun istimewa, harus disadari bahwa ternyata begitu besarnya peran orang tua dan guru dalam kehidupan.

Baca Juga:  Simak Presentasi Nominator NU Jatim Award 2022 di UNUSA

Ia mencontohkan Nabiyullah Ibrahim As, dimana dalam kitab-kitab karangan para ulama disebutkan sebagai abul anbiya, atau bapaknya para nabi.

“Kenapa disebut sebagai abul anbiya? Karena Nabiyullah Ibrahim As adalah satu-satunya nabi yang paling banyak mempunyai keturunan menjadi nabi dan rasul,” terangnya.

Gus Hasan mengungkapkan, Nabiyullah Ibrahim mempunyai dua istri. Pertama, Siti Sarah yang memiliki anak bernama Ishaq yang menjadi nabi dan rasul. Kedua Siti Hajar, mempunyai anak bernama Ismail yang juga menjadi nabi dan rasul. Bahkan, Nabiyullah Ibrahimnya pun selain menjadi nabi dan rasul, beliau merupakan salah satu ulul ‘azmi.

“Tidak cukup sampai di situ, ishaq punya anak lagi, berarti cucunya Nabi Ibrahim, namanya Ya’qub jadi nabi dan rasul. Ya’qub punya anak lagi 12, yang sebelas jadi nabi dan rasul namanya Yusuf, sebelas lainnya jadi nabi tapi tidak menjadi rasul, sebagaimana tafsir Imam Fakhrurrazi menyebutkan demikian,” ungkapnya.

Baca Juga:  Pemprov Kalteng Optimis Kiprah ITS NU Kalimantan

“Dari Ismail, memang tidak langsung lahir jadi nabi, tapi melahirkan komunitas suku namanya Jurhum. Jurhum melahirkan suku namanya ‘Arab. ‘Arab melahirkan suku namanya Quraisy, Quraisy melahirkan suku namanya Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Dari Bani Hasyim dari Bani Muthalib lahir khatamul anbiya wal mursalin baginda jungjunan kita Nabi Besar Muhammad SAW, betapa istimewanya Nabiyullah Ibrahim,” sambungnya.

Gus Hasan juga mengutip perkataan para guru terdahulu jika menasehati muridnya.

اذا رأيتم الصالحين انظروا الى بدايتها

“Kalau kalian lihat orang hebat, lihatlah prosesnya, jangan dilihat jadinya. Lihat kiai, jangan dilihat jadi kiainya karena dilihat enaknya, tapi dilihat sebelum jadi kiai kenapa, apa yang dilakukan. Karena tidak cukup tiba-tiba orang jadi kiai, tidak bisa. Ada proses riyadhah, tidak ada orang jadi orang hebat tanpa melewati masa-masa perih,” kutip Gus Hasan.

Lalu, ia mengutip perkataan Imam Syafi’i:

بِقَدْرِ الْكَدِّ تُكْتَسَبُ الْمَعَالِى

Baca Juga:  Hadiah Umroh di Malam Puncak Santri Culture Night Carnival NU Jatim

“Orang itu menjadi orang besar tergantung kesulitan yang dia lewati,” kutipnya.

ومَنْ رامَ العُلى مِن ْغَيرِ كَـدٍّ, أضَاعَ العُمرَ في طَـلَبِ المُحَالِ

“Orang yang pengen menjadi orang yang besar, pengen jadi orang yang alim, pengen jadi orang hebat, tapi di pesantren tidak mau riyadhah, di pesantren tidak mau sungguh-sungguh belajar, adha’al umra seperti orang yang menyia-nyiakan umur, fi thalabil muhaali, dalam mencari sesuatu yang mustahil akan dicapai, tidak bisa,” jelasnya.

Selain itu, ia memberikan pelajaran dari apa yang telah kita lalui kemarin, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

“Idul Fitri datang setelah kita perih berpuasa selama satu bulan, baru melewati kebahagiaan. Idul Adha datang, kita juga awali dengan puasa minimal Arafah, kalau tidak ditambah dengan Tarwiyah, lebih bagus lagi kalo diawali sejak awal Dzulhijjah, artinya apa? Tidak ada kebahagiaan yang tidak dilewati dengan kesulitan-kesulitan,” tutur Gus Hasan.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA