Perjalanan ke Bandung kali ini setidaknya memberi pelajaran kepada saya tentang satu hal unik yang biasa dilakukan oleh seorang Santri, yaitu menyembunyikan identitas sebenarnya sampai kemudian waktu dan dinamika kehidupan yang membukanya.
Pada hari Kamis 18/02/2021 kemarin saya sampai di Bandung untuk suatu keperluan. Kemudian malam harinya saya menemui sahabat saya Aa Abdul Rojak, ketua PC GP Ansor Kota Bandung. Malam itu saya disuguhi kopi Sancang yang merupkan racikan kreatif sahabat-sahabat Ansor Bandung. Kami ngobrol dan diskusi mengenai banyak hal, mulai dari Peuyeum, Pesantren, Kampus, sampai situasi Pergerakan (maksudnya Ansor).
Menjelang tengah malam Aa Ojak (panggilan akrabnya) mengajak saya pindah tempat ke markas Ansor kota Bandung di Jl. Yuda (tidak jauh dari masjid Agung Bandung). Dia memperkenalkan saya kepada beberapa jajaran PC GP Ansor dan Satkorcab Banser kota Bandung yang kebetulan malam itu sedang berada di Kantor. Kami lanjut ngobrol banyak hal, termasuk soal kemandirian Ansor Bandung di mana Aa Ojak menunjukkan beberapa bidang usaha yang dijalankan oleh sahabat-sahabat di Bandung (Semoga sahabat-sahabat saya di Pelalawan bisa berkolaborasi dalam hal ini).
Aa Ojak sekarang berumur 35 tahun, berasal keluarga Ajengan (Ulama) yang cukup terpandang di Garut (bagian selatan Jawa Barat). Tahun 2004 Dia berangkat ke Bandung untuk kuliah dan menempa diri. Di Bandung, Aa Ojak melepaskan semua statusnya di Garut (bahasa saya : memasturkan diri, bahasa Aa Ojak : menurunkan derajat). Waktu itu orang-orang Bandung, lingkungannya yang baru, mengenal Aa Ojak hanya mahasiswa biasa dari kampung yang belajar di kota.
Perjalanan hidup dan dinamika di Bandung menempanya memimpin PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Komisariat UIN Sunan Gunung Djati, PMII Cabang Bandung, IPNU (Ikatan Pelajar Nahdltul Ulama) Jawa Barat, dan pada tahun 2012 beliau memimpin PC GP Ansor Kota Bandung di mana saat ini dia berada di penghujung kepemimpinan periode kedua. Saat ini Aa Ojak berpendidikan formal S2dan mengajar di almamaternya yaitu UIN SGD dan beberapa kampus yang ada di kota Bandung. Sekretaris PC Ansor Bandung memimpin DPD Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bandung, Bendaharanya memimpin sebuah perusahaan yang cukup bonafide di Bandung, dan banyak kader-kader potensial Ansor di Bandung yang menempati posisi-posisi strategis di berbagai bidang.
Di awal periode Aa Ojak memimpin PC GP Ansor kota Bandung pada tahun 2012, pelantikan dilaksanakan di tempat yang sangat kontroversial pada waktu itu, yaitu di Pondok Pesantren Daarut Tawbah yg berada di tengah-tengah komplek Saritem.
Pondok pesantren Daarut Tawbah diasuh oleh putra dari Ajengan Sukamiskin yang dibantu oleh adik Iparnya yaitu Ajengan Ubaidillah Hidayat (Mang Ubed). Mang Ubed berasal dari Subang (bagian utara Jawa Barat) dan masih keluarga saya dari pihak Ibu (Ibu saya berasal dari Subang). Beliau seorang alumni Pondok Pesantren Lirboyo yang boyong pada pada tahun 2003 dan menetap di Bandung pada tahun 2004 (tahun yang sama dengan Aa Ojak masuk ke Bandung dari Garut).
Pada tahun 2003 (jika tidak salah), Mang Ubed pulang atau boyong dari Lirboyo dan turun di stasiun Bandung. Beliau dititipi pesan oleh temannya sesama alumni Lirboyo untuk mampir ke Sukamiskin. Tahun berikutnya beliau diambil menantu oleh ajengan Sukamiskin, kemudian perjalanan hidup mengantarkan beliau memimpin Pondok Pesantren Daarut Tawbah di tengah-tengah komplek Saritem.
Pada Jumat malam Sabtu 19/02/2021, dengan dikawal Kasatkorcab dan beberapa sahabat Banser kota Bandung, saya sowan ke Ajengan Ubaidillah Hidyayat di Saritem. Sebelum menemui beliau, saya sempat melihat aktivitas belajar para Santri di beberapa kelas. Total santri putra dan putri sekarang jumlahnya sudah hampir 200 orang. Alhamdulillah sudah bersaing dengan jumlah santri yang ada di luar (komplek Saritem). Infrastruktur Pondok juga alhamdulillah sudah banyak perkembangan, bahkan Pondok sudah punya Masjid sendiri.
Mang Ubed dan Aa Ojak adalah 2 orang Santri (satu dari utara Bandung, satu dari selatan Bandung). Kedua orang ini menjalankan laku hidup sama yang saya sebut tadi dengan memasturkan diri, menyembunyikan status sebenarnya, meninggalkan zona nyaman yang sudah ada pada keluarga dan di tanah asalnya masing-masing, untuk kemudian mencari dunia baru dan tantangan baru.
Sahabat-sahabatku, begitulah seni hidup yang dinamis, di mana dinamika adalah kehidupan itu sendiri.
Semoga Allah meridhoi Mang Ubed, semoga Allah meridhoi Aa Ojak, semoga Allah meridhoi saya, semoga Allah meridhoi kita semua. Aamiin.
Bandung, 20 Februari 2021
AHMAD JAZULI, ST., Wakil Ketua PC GP Ansor Kabupaten Pelalawan