Search

Di Kongres ke-III, PERGUNU akan Bahas Sistem Organisasi Profesi Guru

Image: Ilustrasi guru. (https://www.kuningankab.go.id/)

Di lingkungan pendidikan terutama guru ada beberapa organisasi yang diakui. Berdasarkan surat Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan tertanggal 4 Desember 2015, setidaknya ada enam organisasi profesi guru di antaranya, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU), Ikatan Guru Indonesia (IGI), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Ketua PC PERGUNU Sidoarjo, Mochammad Fuad Nadjib menyampaikan guru di Indonesia mengalami masalah yang tidak sedikit, di antaranya pemerataan, kualifikasi akademik, kompetensi, perlindungan profesi, dan kesejahteraan. Kecuali anggota dewan, pemerhati pendidikan, dan praktisi pendidikan, organisasi profesi merupakan pihak yang diharapkan memperjuangkan hak-hak guru kepada pemerintah daerah dan pemerintah.

Beberapa permaslahan organisasi profesi guru di Indonesia muncul, antara lain yang pertama belum ada organisasi guru yang menjalankan fungsi dalam pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Selain dosen-dosen fakultas keguruan, guru-guru yang tergabung dalam organisasi profesi tertentu seharusnya memiliki kewenangan dalam penilaian sertifikasi guru.

Baca Juga:  Pergunu Siapkan Dua Isu Penting di Kongres III

Kalau dilihat dari organisasi profesi yang lain seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang belum lama ini ramai karena kasus pemecatan dokter Terawan Agus Putranto, yang mana pemecatan itu nantinya berimbas tidak bisa prakteknya Terawan Agus Putranto sebagai dokter, begitu pula dengan pengacara ternama Hotman Paris Hutapea ketika ramai dengan organisasi profesi pengacara Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) kemudian menyebrang pindah ke organisasi profesi pengacara yang lain yaitu Dewan Pengacara Nasional (DPN) Indonesia, karena pada profesi-profesi yang lain, organisasi profesi adalah salah satu syarat untuk bisa beracara atau berpraktek pada profesinya masing-masing. Ini tentu berbeda dengan organisasi profesi guru, meskipun regulasi mewajibkannya (UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen) yang akhirnya berdampak pada kurangnya minat para guru untuk mengikuti organisasi profesi guru.

Baca Juga:  Pergunu Kota Pontianak Sosialisasikan Pemilu Damai

“Perlu ada kemauan baik pemerintah di satu sisi, dan perjuangan organisasi profesi guru di sisi lain, agar organisasi profesi guru diberi wewenang mensertifikasi guru, melibatkan guru-guru yang bernaung pada organisasinya,” ungkapnya.
“Melihat organisasi profesi yang lain juga berhak mensertifikasi anggotanya sesuai dengan profesinya masing-masing. Karena kalau dilihat dari proses sertifikasi guru saat ini masih dibebankan pembiayaannya pada negara, dan kalau dilihat tunjangan sertifikasi masih ada beberapa syarat wajib bagi guru agar tunjangan tersebut bisa didapatkan, seperti jam mengajar dll,” lanjutnya.

Menurut dia, anggota dan pengurus organisasi guru kadang kurang bisa bersinergi dengan anggota dan pengurus organisasi yang berbeda. Kurang sinergi dan kerjasama antar organisasi guru yang beragam itu, sehingga masing-masing berjalan dan berjuang sesuai keyakinan masing-masing. Padahal, tujuannya sama yaitu peningkatan kompetensi, perlindungan profesi, peningkatan kesejahteraan guru, dan harusnya organisasi profesi guru menjadi contoh karena organisasi yang identik dengan pendidikan.

Baca Juga:  Fakultas Tarbiyah UNUGIRI Bojonegoro Gelar Yudisium Sarjana Ke-XXVIII

“Di moment akan diadakannya kongres Persatuan Guru Nahdlatul Ulama ke III di Mojokerto pada tanggal 26 sampai 29 Mei 2022 ini diharapkan bisa membahas dan menjawab isu-isu tersebut agar nantinya bisa disampaikan dan masuk rekomendasi kepada pemerintah tentang rencana perubahan atau penyempurnaan UU Sisdiknas 2022,” tutur Nadjib, yang juga menjabat sebagai Kepala SMK Diponegoro Sidoarjo itu.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA