Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah meluncurkan Kurikulum Merdeka, namun dalam pelaksanaannya, kurikulum tersebut sifatnya opsional. Hal tersebut dinyatakan oleh Widyaprada Ahli madya LPMP Jateng, Alif Noor Hidayati, dalam Webinar Pergunu Kota Semarang, Sabtu (26/3/2022).
“Implementasi kurikulum ini kan opsional, tidak seperti dulu diberlakukan langsung serentak di seluruh satuan pendidikan, tapi ini opsional dari bapak dan ibu sekolah panjenengan,” ujar Alif.
Menurut dia, dengan diberikannya opsi akan menunjukkan greget pelaksana atau sekolah, Sehingga mereka melakukan pilihannya apapun konsekuensinya. Ada tiga keunggulan-keunggulan dari kurikulum amun, kurikulum yang sebelumnya juga dikenal sebagai Kurikulum Prototipe tersebut.
“Pertama, lebih sederhana dan mendalam, yaitu fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Belajar menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, dan menyenangkan,” sambungnya.
Kedua, lebih merdeka, bagi peserta didik tidak ada program peminatan di SMA, sehingga peserta didik bebas memilih pelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan aspirasinya. Untuk guru hanya mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan peserta didik. Sedangkan keuntungan bagi sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik.
Keunggulan Ketiga, kurikulum merdeka ini lebih relevan dan interaktif. “Pembelajaran melalui kegiatan proyek memberi kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual seperti isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila,” tukas Alif.
Terkait Kurikulum ini, Kasi Pendidikan Madrasah Kantor Kemenag kota Semarang, H. Moch Fatkhuronji menyatakan bahwa saat ini di kurikulum merdeka belum ada istilah atau nama khusus untuk kurikulum baru ini.
“Untuk kementerian agama itu masih belum ada nama yang disebutkan atau disematkan, untuk tetapi di Kemendikbud sudah jelas yakni kurikulum merdeka atau Merdeka belajar,” tegasnya.
Namun menurutnya, bagi madrasah ini adalah hikmah baru yang harus diadaptasi, tidak mungkin stagnan.
“Semuanya dalam rangka untuk melakukan satu perubahan besar bahwa mindset paradigma baru dalam perkembangan pendidikan di dunia maupun di Indonesia terutama ini kita bisa menyesuaikan diri,” sambung Faktkhuronji.
Sementara itu, Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Kota Semarang, Karyadi menyebut bahwa perubahan kurikulum adalah suatu keniscayaan menyesuaikan perkembangan dan perubahan zaman.
“Kurikulum merdeka belajar merupakan salah satu ikhtiar perbaikan melihat problematika pendidikan. Kurikulum baru ini bukan menghilangkan kurikulum sebelumnya tetapi berusaha menyempurnakan sebelumnya,” tegasnya.