Search

Penundaan Pemilu Bisa Munculkan Kerusuhan Sosial

Dalam pandangan Lembaga Survei Indoneia (LSI) bahwa banyak sikap masyarakat terkait wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode. Mayoritas responden dari berbagai segmen pemilih menolak wacana tersebut.

“Secara umum, dengan uraian pro-kontra setiap segmen pemilih, rata-rata nasional mereka menolak penundaan Pemilu 2024 sebanyak 68,5 persen. Mereka yang menentang isu presiden tiga periode sebesar 70,3 persen,” kata peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (10/03/2022).

Dengan begitu, Ardian menilai kedua wacana itu akan layu sebelum berkembang. Dia mengungkap empat alasannya. Pertama, tidak adanya alasan kuat dan darurat untuk mengubah konstitusi yang mengamanatkan pemilu 5 tahun sekali.

Baca Juga:  Menteri Erick Dukung Perhelatan R20

“Pemilu dapat ditunda atau presiden dapat dipilih kembali tiga periode jika ada alasan kuat dan darurat, yakni, perang, bencana alam nasional berskala besar dan luas, ataupun Indonesia dalam kondisi puncak pandemi pada Pemilu 2024 yang tidak memungkinkan untuk penyelenggaraan pemilu,” katanya. Namun hingga saat ini tidak ada tanda kegentingan untuk menunda pemilu.

Alasan selanjutnya, partai politik yang menolak penundaan pemilu lebih banyak dibanding yang mendukung. Setidaknya diperlukan sepertiga dari jumlah anggota MPR RI untuk dilakukan persetujuan amandemen.

“Anggota MPR adalah anggota DPR dan DPD. Jumlah anggota DPR 575 anggota dan DPD 136 anggota, jadi total 711 anggota. Artinya, MPR akan mengagendakan sidang untuk perubahan UUD jika diusulkan minimal 237 anggota,” ujar Ardian.

Baca Juga:  Penistaan Agama, Polisi Mulai Selidiki Pendeta Saifuddin

Alasan terakhir adalah penundaan pemilu berpotensi melahirkan kerusuhan sosial. Hal itu akan berdampak buruk bagi sistem demokrasi.

“Berpotensi melahirkan kerusuhan dan penganjur penundaan pemilu dan presiden tiga periode akan dicap sebagai musuh rakyat dan pengkhianat reformasi,” terangnya.

Dikemukakan, memperpanjang periode kekuasaan tanpa alasan yang kuat akan segera menjadi isu kezaliman dan kesewenang-wenangan. “Di tengah kesulitan ekonomi, isu ini mudah menjelma menjadi kerusuhan sosial,” ucapnya.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA