Search

Lulusan Pesantren Dibutuhkan Industri Masa Depan

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyebut pola pendidikan pesantren menjadikan lulusannya memiliki kemampuan complex problem solving yang dibutuhkan di era industri 4.0 dan industri masa depan. Complex problem solving merupakan skill yang terkait dengan kemampuan memecahkan masalah yang asing dan belum diketahui solusinya dalam dunia nyata.

Dari sepuluh skill yang dibutuhkan dalam era industri masa depan, prosentase kebutuhan tertinggi adalah complex problem solving 36 persen, sementara social skill 19 persen dan process skill 18 persen.

“Dalam pendekatan industri masa depan, complex problem solving ternyata merupakan kebutuhan tertinggi. Mulai dari kompleksitas masalah, ekosistem yang tiba-tiba berubah, kepastian mencari jawaban, banyak sektor terdisrupsi, ternyata semua hal itu solusinya banyak ditemukan di pesantren,” kata Khofifah saat menghadiri Haflah Ikhtitamiddurus dan Alfiyyah Ibni Malik di Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, dikutip dari keterangan tertulis pada Selasa (08/03/20202).

Baca Juga:  Profil 9 Anggota Ahwa di Muktamar ke-34 NU

Khofifah mengatakan, kemampuan mengatasi masalah yang kompleks didapatkan santri setiap hari melalui berbagai bentuk kajian kitab kuning dan kajian sosial kemasyarakatan serta keagamaan serta istiqomah ibadah yang dilakukan. Yang mana, hal tersebut melatih mereka menghadapi masalah dengan tenang , mengidentifikasi solusi dengan detail dan berpegang teguh pada sisi referensi keagamaan.

“Di pesantren itu ada majelis di mana para kyai dan santri bermusyawarah serta bermunajat. Di sini juga setiap hari secara istiqomah mereka melakukan qiyamul lail, sholat tahajud juga istikharah dan dzikir di sebagian malam , pagi dan siang. Maka, kalau diurai betul, mereka bisa memiliki kemampuan skill complex problem solving ini dengan terus mengasahnya tiap hari,” ujarnya.

Baca Juga:  Ribuan Pekerja Segera Garap Ibu Kota Nusantara

Maka dari itu, Khofifah mengajak para santri untuk mengamalkan apa yang mereka peroleh di pesantren untuk membina dan menjaga masyarakat. Menjaga agama. Menjaga negara. Sebab, di tengah krisis pandemi dan tantangan ekonomi, apa yang mereka miliki akan sangat bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan kepastian dan ketenangan hidup.

“Memang betul bahwa kita butuh transformasi digital. Tapi bagaimana kita harus menyelaraskan dengan dakwah bil lisan, dakwah bil maal, dakwah bil haal, dan dakwah bil IT. Ini yang kemudian harus kita lakukan berseiring untuk masyarakat , agama , bangsa dan negara,” jelasnya.

Di akhir, Khofifah kemudian berharap agar pendekatan complex problem solving di pondok pesantren bisa diintegrasikan ke permasalahan hidup masyarakat lainnya. Di mana, orang-orang dapat menyelesaikan masalah dengan metode serupa. Lebih luas lagi dalam mencari solusi berbagai kompleksitas masalah bangsa dan negara.

Baca Juga:  NU Tech, Rangkul Talenta Digital Songsong Abad Kedua NU

“Kami di Pemerintahan Provinsi Jatim berihtiar untuk menjalankan keberseiringan berbagai ihtiar profesional birokrasi modern dengan ikhtiar sosial keagamaan (Jatim Berkah) sesuai nawa bhakti Provinsi Jatim. Hasilnya, Alhamdulillah Jatim mengalami penurunan kemiskinan sebanyak 30% dari total penurunan kemiskinan nasional bahkan di masa pandemi 2021. Bahkan, Jatim juga merupakan provinsi dengan indeks kebahagiaan tertinggi di Jawa-Bali,” tuturnya.

Turut hadir dalam acara tersebut Wakil Gubernur Jawa Tengah KH. Taj Yasin Maimoen, Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji, Bupati Trenggalek Mochamah Nur Arifin, serta Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah KH. Nurul Huda Djazuli.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA