Search

Gus Yahya: Mandat NU Membangun Peradaban Dunia

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengatakan bahwa sebagai rasul, Nabi Muhammad tidak hanya menjalankan tugas dakwah dari Allah. Tapi juga merintis peradaban Islam yang kemudian dilanjutkan oleh para sahabat dan generasi selanjutnya, hingga memengaruhi peradaban dunia. Dalam konteks ini NU juga turut berperan.

Hal itu disampaikan Gus Yahya saat berbicara dalam Simposium Peradaban NU dalam rangkah puncak Harlah ke-99 NU di Keraton Sumenep, Madura, Jawa Timur, pada Sabtu (05/02/2022). Hadir pula pada kesempatan itu, Sekjen PBNU Saifullah Yusuf dan Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar. Adapun simposium diisi oleh Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi’iyah KH Azaim Ibrohimy, penyair dan budayawan Madura D Zawawi Imron, dan Ketua ISNU Jatim Mas’ud Said.

“Saya meyakini bahwa walaupun Rasulullah hanya dibebani tugas oleh Allah menjalankan tabligh saja, dan tidak ada tugas lain, tetapi Rasulullah juga memiliki visi untuk membangun peradaban karena wahyu yang diamanatkan untuk disampaikan kepada umat itu sendiri penuh dengan firman-firman yang memberi petunjuk mengenai sendi-sendi peradaban,” kata Gus Yahya.

Baca Juga:  Film Pesantren Dijadwalkan Tayang di Bioskop Mulai 4 Agustus 2022

Menurut Gus Yahya, sejak awal manusia memiliki naluri peradaban. Peradaban itu tercipta dari adanya sekelompok orang yang tinggal di lingkungan tertentu dalam waktu lama. Secara perlahan, di situ akan tercipta kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, dan tatanan struktur sosial politik, dari yang sederhana hingga komunitas besar bernama negara. “Itulah peradaban,” tandasnya.

Semasa Rasulullah hidup, bisa dilihat tanda-tanda bagaimana Nabi Muhammad mendorong terciptanya struktur kepemimpinan, sebagai bagian dari elemen peradaban. “Mengapa kemudian para sahabat menyepakati Abu Bakar menjadi khalifah pertama? Ini karena masa Rasululah ada teramat sering Rasul ketika uzur menunjuk Abu Bakar sebagai pengganti beliau,” ujar Gus Yahya.

Itu adalah titik awal peradaban Islam. Bangunan peradaban itu pada periode selanjutnya berkembang hingga pada saatnya bersinggungan dengan peradaban Eropa dan lainnya. “Pada zaman puncak kebesaran Turki Usmani, wilayah itu luas sekali dari Maroko di Afrika Barat sampai India Barat. Mulai Albania di Eropa sampai Afrika Tengah. Luar biasa besar, mungkin terbesar dibanding imperium lain yang ada. Jangan-jangan hanya bisa dibandingkan dengan imperium yang pernah dibangun oleh Iskandar Zulkarnain,” kata Gus Yahya.

Baca Juga:  Muslimat NU Pati segera Miliki Kantor Sendiri

Kebesaran Turki mulai runtuh pada Perang Dunia I. Nah, pada masa inilah peran NU dalam kancah peradaban dunia muncul. “Merespons hal tersebut, KH Wahab Hasbullah yang sempat berada di Mekkah saat ketegangan terjadi merasakan betul dinamika yang terjadi pada umat Islam. Sehingga Kiai Wahab bersikeras untuk membuat Komite Hijaz dengan tujuan mengetahui kemampuan Kerajaan Saudi dalam menggantikan Turki Utsmani,” jelas Gus Yahya.

Sepulah dari Makkah, Kiai Wahab kemudian mengusulkan kepada KH Hasyim Asy’ari agar mendirikan organisasi yang menghimpun para ulama karena Kerajaan Saudi tidak memiliki kapasitas menggantikan Turki Usmani. Bila itu terjadi, maka umat Islam akan mengalami kebingunan. Nah, di sisi inilah ulama harus melakukan sesuatu agar peradaban Islam tidak tercerabut.

Baca Juga:  Dubes Iran Gandeng PBNU Tuntaskan Masalah Palestina

Atas keresahan itulah kemudian berdirilah NU pada 1926. “Itu sebabnya organisasi yang didirikan adalah organisasinya ulama yang diberi nama Nahdlatul Ulama dan gambarnya jagat karena yang bingung adalah orang sedunia. Maka mandat kita adalah mandat global,” kata Gus Yahya.

Sementara itu, Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar mengatakan bahwa bahwa kesuksesan dari ibadah, beragama dan dakwah ditentukan oleh adab dan peradaban. “Karenanya, hal pertama yang ditanamkan Rasulullah adalah menanamkan adab. Rasulullah dalam haditsnya juga memerintahkan agar mengajarkan adab kepada anak-anak, yaitu menanamkan cinta kepada Rasul, cinta kepada ahlul bait dan ulama yang mewarisi ilmu Rasul, serta gemar membaca Al-Qur’an,” katanya.

Selain itu, Kiai Marzuki mengungkapkan bahwa di antara ciri-ciri adab dan peradaban adalah anggota masyarakat yang sadar akan kemajemukan agama, karakter, suku, pendidikan, dan lain sebagainya. “Kita harus bisa mengambil posisi di situasi majemuk itu. Oleh karena itu perlu diatur agar tidak terjadi benturan,” ungkapnya. NF

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA