Rangkaian peringatan Hari Lahir (Harlah) Nahdlatul Ulama (NU) ke-99 yang digelar PWNU Jawa Timur akan dipusatkan di Madura. Peringatan harlah dalam hitungan kalender hijriah ini, berusaha mengembalikan fanatisme positif bagi warga NU, khususnya di Pulau Garam sebagai tempat kelahiran guru para pendiri (muassis) NU, yakni Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Latif.
Nahdlatul Ulama berdiri pada 16 Rajab 1344 H, dalam hitungan tahun ini, 16 Rajab 1443, telah mencapai 99 tahun. Dalam hitungan kalender Masehi, kelahiran NU bertepatan dengan 31 Januari 1926.
“Sebenarnya, ide untuk mengambil spirit NU dari Madura telah kami siapkan dua tahun lalu. Bahkan, PWNU Jawa Timur telah membentuk tim ad-hoc dan telah melakukan koordinasi dengan PCNU se-Madura. Tapi, memang ada pandemi Covid-19 sehingga baru kita laksanakan tahun ini,” tutur KH Abdussalam Shohib atau Gus Salam, Wakil Ketua PWNU Jawa Timur.
Menurut Gus Salam, panggilan akrab Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang, dalam rapat koordinasi dengan cabang-cabang NU di Madura, telah difokuskan dua hal.
Pertama, mengembalikan kesadaran kolektif dan fanatisme positif, secara kongkret penekanan perhatian pada warga Nahdliyin di Madura, yang secara sosial masih terpinggirkan oleh sistem, baik masalah pendidikan, ekonomi, budaya dan sumber daya manusia.
Kedua, merumuskan peta jalan NU di Madura berbasis data ilmiah untuk mengetahui faktor-faktor pergeseran utama masyarakat di Madura terhadap NU. Sejak awal berdirinya, NU telah menjadi bagian penting dari masyarakat Madura, karena para ulama di Nusantara sebagian besar belajar dari Madura, tepatnya pada Syaikhona Muhammad Kholil di Bangkalan.
“Dulu, bahkan bila seseorang di Madura ditanya soal agamanya, dijawab: NU. Karena, secara umum dan sebagian besar masyarakat di Pulau Garam memeluk Islam ala Ahlussunnah Waljamaah yang diajarkan NU,” tutur Gus Salam dalam keterangan tertulis diterima pada Rabu (09/02/2022).
Disadari jajaran PWNU Jawa Timur, masyarakat di Madura kini mengalami pergeseran nilai dan budaya. Memang, nilai-nilai ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah, seperti tasamuh (toleran), tawasuth (jalan tengah/moderat), tawazun (seimbang) dan i’tidal (tegak lurus) tetap diajarkan di pesantren-pesantren dan lembaga pendidikan di lingkungan NU.
“Tapi, bagi masyarakat Madura secara umum telah mengalami pergeseran. Hal ini, agaknya disebabkan banyak faktor di tingkat grassroot (akar rumput), tak sepenuhnya seperti dulu lagi. Inilah faktor-faktor yang kami cari agar bisa menentukan arah ke depan dari program-program NU,” tuturnya.
Guna melaksanakan rangkaian acara Harlah ke-99, PWNU Jawa Timur telah mengadakan rapat persiapan, Selasa (08/02/2022). Rapat diikuti jajaran pengurus harian PWNU Jatim, lembaga-lembaga dan badan otonom serta PCNU Madura Raya. Rapat dipimpin langsung KH Abd A’la, yang juga pimpinan Pesantren Annuqoyah Guluk-Guluk, Sumenep.
Dalam rapat disepakati sejumlah agenda. Di antaranya ziarah muassis NU di 8 titik se-Jawa Timur pada Sabtu (12/02/2022). Di antaranya, di Makam Syaikhona Kholil Bangkalan dan para muassis di cabang-cabang di Madura. Selain itu, juga di Tebuireng, Denanyar, Rejoso dan Tambakberas Jombang.
Makam para muassis NU lainnya yang akan diziarahi ialah di Surabaya, Gresik, Nganjuk, Kediri, Malang, Situbondo, Probolinggo, Jember dan sejumlah kota lainnya. Di Surabaya, misalnya, sebagai kota kelahiran NU, terdapat makam sejumlah tokoh seperti KH Ridlwan Abdullah (pencipta lambang NU), KH Mas Alwi bin Abdul Aziz, H Hasan Gipo (Presiden NU), dll.
Selain itu, ada juga acara Pekan Rajabiyah mulai tanggal 8-28 Februari, akan dilaksanakan Pengibaran Bendera NU serentak pada 14 Februari 2022. NF