Majalahaula.id – Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) akan membahas aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan kebijakan pemerintah soal lima hari sekolah (five day school).
Isu tersebut akan secara serius dibahas dalam Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah Munas Alim Ulama pada 18-20 September 2023 mendatang.
Terkait UU Pesantren, Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah KH Mahbub Maafi menjelaskan bahwa pesantren memiliki tiga fungsi; yakni sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah, dan lembaga pemberdayaan masyarakat. “Yang soal pendidikan sudah clear, munculnya majelis masyayikh yang bikin standarisasi pendidikan pesantren.
Artinya, pendidikan (sebagai salah satu fungsi pesantren) sudah jalan,” ucap Kiai Mahbub dalam agenda Pra-Munas dan Konbes NU di Hotel Acacia Jakarta, pada Selasa (12/9/2023).
Namun, lanjut Kiai Mahbub, fungsi pesantren sebagai lembaga dakwah dan pemberdayaan masih belum memiliki regulasi atau aturan turunan dari UU Pesantren tersebut.
Di forum Munas Alim Ulama nanti, Kiai Mahbub menjelaskan, NU akan mendiskusikan agar pemerintah mengeluarkan regulasi turunan UU Pesantren, antara lain diharapkan berupa peraturan presiden (perpres), peraturan menteri agama (PMA), bahkan merekomendasikan adanya Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama.
“Meskipun ini juga punya konsekuensi yang tidak ringan, misalnya ada kecenderungan pemerintah akan mengkooptasi pesantren. Tetapi kita juga memberikan catatan bahwa di situ tidak akan mengurangi kemandirian pesantren,” jelas Kiai Mahbub.
Kemudian, Kiai Mahbub menjelaskan urgensi Munas Alim Ulama NU untuk membahas kebijakan lima hari sekolah. Ia menuturkan, pembahasan ini diusulkan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Yogyakarta.
“Ternyata kebijakan lima hari kerja (sekolah) itu menyebabkan munculnya semacam gerakan bangkrutisasi madrasah-madrasah diniyah di kampung-kampung, ini terkait dengan soal tidak bisa belajar keagamaan secara maksimal seperti pelajaran aqidatul awam,” ucap Kiai Mahbub.
Bahkan, ia menegaskan, kebijakan tersebut berpotensi bahaya terhadap kelangsungan aqidah warga NU. Pembahasan kebijakan lima hari sekolah ini diangkat agar pemerintah mampu meninjau ulang keputusan atau kebijakan tersebut.
“Karena ini sangat berbahaya bagi madrasah diniyah. Di Yogyakarta terutama sudah dirasakan akibat atau dampak buruknya,” tutur Kiai Mahbub.
Selain pembahasan soal aturan turunan UU Pesantren dan kebijakan lima hari sekolah itu, Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah juga akan mengangkat pembahasan terkait RUU Perampasan Aset.
Para ulama NU akan membahasnya dalam pandangan fiqih terkait boleh atau tidaknya pemerintah campur tangan pada persoalan penyalahgunaan wewenang.