Majalahaula.id – Ketua Dewan Jamu Indonesia Jawa Timur, Prof Sasmito Djati mengatakan bahwa BPOM menghambat kesejahteraan para produsen jamu tradisional.
“Bukan bermaksud menyalahkan BPOM, tetapi sama-sama introspeksi, karena aturan-aturan yang ada itu menyulitkan kami yang ada dibawah, aturan dan mindset yang berbeda. Jamu memiliki madzhab berpikir yang berbeda, disitu ada doa,” kata Sasmito.
Dia mengatakan, pelaku UMKM produk jamu tidak semua mampu melakukan uji klinis. Hal itu karena membutuhkan biaya yang mahal dan waktu panjang.
“UMKM enggak kuat, karena kalau harus ikut tahapan uji klinis sangat mahal dan makan waktu sangat panjang,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Jamu Indonesia, Daniel Tjen mengatakan, jamu tidak hanya merupakan suatu produk obat herbal semata saja, namun sudah menjadi budaya masyarakat beberapa daerah di Indonesia.
“Jadi terdapat filosofis yang mendalam dan sudah berakar. Eksistensi jamu sudah lama sejak leluhur kita, apalagi Indonesia kaya akan diversitas biokultural maka ada aspek antropologi, budaya, tiap daerah kabupaten/ kota,” katanya.
Sumber bahan baku untuk pembuatan jamu dunia sebagian besar berada di Indonesia. Dari 40.000 pohon yang sudah dikenal dan diakui menjadi sumber bahan baku obat (herbal), 30.000 ada di Indonesia. Karenanya, dia berkeyakinan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk dapat mandiri di bidang kesehatan melalui jamu.