Majalahaula.id – Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) akan digelar pada September 2023 mendatang di Pondok Pesantren Al Hamid, Jakarta. Kegiatan ini akan mengangkat tema Mendampingi Umat Memenangkan Masa Depan.
Ketua Steering Committee Munas dan Konbes NU 2023 KH Abdul Ghofur Maimoen menyampaikan bahwa kegiatan Munas Alim Ulama NU 2023 dibagi ke dalam tiga komisi bahtsul masail, yakni (1) Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah, (2) Komisi Bahtsul Masail Maudhuiyah, dan (3) Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah
Waqiiyah
Kiai Ghofur menyampaikan bahwa dalam Komisi Waqiiyah ini, terdapat dua persoalan yang akan dibahas. Pertama, pemaksimalan dan tantangan dam haji. Ia menjelaskan bahwa 98 persen jamaah haji Indonesia memilih haji tamattu’ yang berarti wajib terkena dam menyembelih seekor kambing. Hal ini belum dam karena kejadian lainnya. Sementara sampai saat ini, menurutnya, penyembelihan itu masih dilakukan di sana. Artinya, ada daging yang demikian melimpah di satu tempat.
“Kita sembelih sendiri di Indonesia akan sangat bermanfaat untuk umat. (Disembelih) di Saudi juga kan akan dibagi (dagingnya) ke sejumlah negara,” katanya Ahad (27/8/2023).
Kedua, persoalan Artificial Intelligence (AI). Kecanggihan teknologi ini dapat membantu manusia memecahkan persoalan-persoalan dan berbagai macam kebutuhannya. Banyak perusahaan yang sudah memanfaatkan hal itu.
“Bagaimana penggunaan AI dalam persoalan agama? Memungkinkan tidak?” kata Rais Syuriyah PBNU itu.
Maudhuiyah
Seperti Waqiiyah, Komisi Bahtsul Masail Maudhuiyah juga akan membahas dua persoalan. Pertama, konsep al-i’anah ‘ala al-ma’shiyah (membantu kemaksiatan). Hal ini, kata Kiai Ghofur, menjadi bagian dari pembahasan dalam Halaqah Fiqih Peradaban.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Muslim dalam konteks global tidak saja menjadi objek atau konsumen, tetapi juga tampil sebagai subjek atau produsen berbagai hal. Teknologi, misalnya, yang memungkinkan beragam sesuatu, tak terkecuali kemaksiatan bisa terjadi karenanya.
Kiai Ghofur mencontohkan seorang yang menjadi arsitek pembangun tempat ibadah agama lain, atau sopir yang mengantar non-Muslim untuk beribadah. Atau seorang yang memiliki saham di perusahaan untuk produk yang dimanfaatkan penggunanya untuk kemaksiatan.
“Itu bagaimana? Apakah termasuk i’anah ‘alal ma’shiyah?” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar 3, Sarang, Rembang, Jawa Tengah itu.
Kedua, korelasi ulama dan umara. Hubungan keduanya sejauh mana batasannya mengingat tak lama lagi, Indonesia akan menghadapi pesta demokrasi lima tahunan, yakni Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Apa yang dibolehkan dan tidak dibolehkan?” katanya.
Qanuniyah
Sementara itu, dalam Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah, ada tiga persoalan yang akan didiskusikan. Pertama, persoalan lima hari sekolah mengingat adanya Perpes No 21 tahun 2023 tentang Hari Kerja dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dan Pegawai Aparatur Sipil Negara. Pasalnya, hal tersebut dikhawatirkan berdampak pada eksistensi madrasah diniyah.
Kedua, adanya kekosongan peraturan turunan dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren berkaitan dua fungsi pesantren selain pendidikan, yakni aspek dakwah dan pemberdayaan masyarakat.
“Aspek dakwah dan pemberdayaan masyarakat sampai saat ini belum ada aturan turunannya,” katanya.
Ketiga, RUU Perampasan Aset. Komisi ini akan juga membahas perihal perampasan aset yang diduga berasal dari penyalahgunaan wewenang. Dalam hal ini, pertanyaan yang diajukan perihal kebolehan pemerintah untuk campur tangan dalam persoalan tersebut, bagaimana hukumnya dalam pandangan fiqih.