Search

Simak Profil Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang

Majalahaula.id – Lembaga Tinggi Pesantren Luhur berada di jalan raya Sumbersari 88 Malang yang yang berada di tepi jalan raya yang kondisinya ramai. Hal tersebut mendukung aktivitas santri yang merupakan mahasiswa-mahasiswi dari berbagai universitas yang berada di Malang.

Lembaga Tinggi Pesantren Luhur adalah Pesantren Salafiah yang mengkaji kitab-kitab salaf. Kegiatan pengajian yang terdapat di Pesantren Luhur malang dilaksanakan dari hari senin sampai hari Jum’at. Pengajian kitab setiap ba’da ashar dan ba’da isya’. Pengajian kitab kuning dilaksanakan di Pesantren Luhur Malang dikaji oleh pengasuh dan dewan asatidz.

Berdasarkan majalah NU (Nahdlatul ‘Ulama) yang terbit pada tahun 1940, pada tahun 1939 terlaksana kongres umat Islam ke-2 di Solo. Kongres tersebut dihadiri oleh 25 orang ulama’ besar dari berbagai organisasi Islam yang ada di Indonesia, antara lain PSII, Muhammadiyah Yogyakarta, PERSIS, NU Surabaya, Al-Irsyad dan sebagainya. Kongres tersebut menghasilkan keputusan mengenai Pesantren Luhur.

Baca Juga:  Pemerintah Alokasikan Anggaran Rp250 Miliar untuk Pesantren

Nama Pesantren Luhur bukanlah nama yang diberikan oleh para pendiri Pesantren Luhur yang ada di Malang, melainkan sudah sejak dari dulu, yang dilahirkan oleh organisasi Islam se-Indonesia tersebut. Dokumentasi tentang keputusan rencana mendirikan pesantren Luhur di berbagai kota besar diberikan oleh Prof. Dr. KH. Ahmad Mudlor, SH. kepada Prof. Dr. KH. Moh. Koesnoe yang untuk selanjutnya disampaikan kepada sekjen Depag yaitu Bapak H. Moh. Anshor (Mertua Prof.
Koesnoe). Pada waktu itu menteri agama dijabat oleh KH. Syaifuddin Zuhri.

Ciri-ciri pokok Pesantren Luhur tersebut diantaranya adalah memperdalam kitab-kitab salafiyah namun berkiprah sebagaimana perguruan tinggi, khususnya dalam merealisir Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Baca Juga:  Juru Bicara Menhan Beri Literasi Pertahanan ke Pesantren

Pesantren Luhur banyak melakukan hal di bidang pengajaran kajian kitab kuning yang biasanya dikaji oleh pesantren-pesantren salafiyah, karena santrinya adalah mahasiswa lulusan madrasah aliyah atau sederajat.

Diantaranya tokoh-tokoh yang memenuhi syarat akademik diangkat menjadi dosen IAIN dan ijazah UNU secara otomatis disamakan dengan ijazah IAIN. Syarat lainnya yaitu meminta bantuan tanah yang sekarang ditempati UNISMA.

Antara tahun 1965-1970 pesantren Luhur mengalami kevakuman karena angggotanya disibukkan oleh dengan pendirian IAIN dan menjadi dosen pada perguruan tinggi tersebut. Mengingat pesantren Luhur adalah milik umat, maka pesantren Luhur dihidupkan kembali oleh sebagian anggota yang lama, yaitu Prof. Dr. H. Moh. Koesnoe, Prof. Dr. KH. Ahmad Mudlor SH, Drs. H. Wiyono SH, Ust. Bukhari, Ali Budiarto, SH, Ali budiarto, SH, KH. Muhammad bin Hafidz, Ust. Assegaf, dan KH. Mujib.

Baca Juga:  Kemenag Batalkan Pencabutan Izin Operasional Pesantren Shiddiqiyyah Jombang

Selain itu Pesantren Luhur juga berhasil menuntut pemindahan pemakaman Tionghoa yang berdekatan makam Sunan Giri, karena dikhawatirkan akan dijadikan gunung Kawi ke-2 oleh orang-orang awam. Selanjutnya Pesantren Luhur memugar gunung Sekar Kedaton sebagai pusat penyebaran agama Islam yang pertama di Jawa Timur.

Setelah itu pesantren Luhur berhasil mendirikan Majelis Persatuan Santri Indonesia yang ditindak lanjuti dengan pendirian STIH (Sekolah Tinggi Ilmu Hukum) di Malang. Pada tahun 1976, tokoh Pesantren Luhur dan tokoh UNSURI mengubah UNSURI menjadi UNISMA. Sejak berdirinya STIH dan UNISMA, Pesantren Luhur mulai kekurangan perhatian karena tenaga-tenaga aktif dalam dua perguruan tinggi tersebut.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA