Majalahaula.id – Ratusan ulama melangsungkan halaqah di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan. Kegiatan berlangsung sejak 11 hingga 13 Juli 2023 dengan menghadirkan sejumlah tokoh sebagai pembicara.
Acara yang diinisiasi Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini telah 3 rekomendasi. Yaitu rekognisi, rekontekstulisasi dan penguatan pesantren, sebagai upaya untuk menentukan peta jalan dalam menyambut peradaban baru yang adil, harmonis serta penghargaan kesetaraan martabat manusia.
Terdapat tiga komisi yang menggodok segala problem kebangsaan. Komisi 1 misalnya fokus membahas tentang kitab kuning dan tantangan peradaban baru. Komisi 2 membahas penguatan peran dan fungsi pesantren, dan komisi 3 membahas penghargaan atas kesetaraan dan martabat manusia berdasarkan khazanah pondok pesantren.
“Alhamdulillah melalui proses pembahasan melalui sidang komisi, akhirnya kita mampu menghasilkan tiga rekomendasi dalam halaqah ulama nasional,” kata Ketua RMI PBNU, KH Hodri Arif, Kamis (13/07/2023).
Dirinya menjabarkan bahwa soal dinamika kitab kuning bagaimana rekontekstualisasi agar bisa menyelesaikan, atau menjawab masalah yang dihadapi umat dewasa ini.
“Pada proses sidang, kita semua juga tetap berpijak pada pemikiran para ulama yang diwarisi dari tahun-tahun yang lalu, lebih dari 700 tahun yang lalu, yang semangatnya tetap relevan hingga saat ini,” kata dia.
Selain itu, peserta halaqah juga menekankan bagaimana solusi dari sebuah problem yang tetap didasarkan pada pemikiran ulama yang sudah teruji pada tahun lalu.
Rekomendasi kedua, rekognisi pemerintah atau negara terhadap pesantren, santri dan lulusan pondok pesantren. Pihaknya menghasilkan beberapa rekomendasi agar para santri juga memiliki peluang yang sama dengan pendidikan di luar pesantren.
Bagaimana bisa berpartisipatif dalam kegiatan-kegiatan di negara ini. Baik dalam sektor -sektor pemerintahan, birokrasi maupun teknokrasi.
“Untuk rekognisi ini, kita memberikan rekomendasi kepada negara melalui Kemenag dan Kemendikbud. Agar lulusan pesantren mendapatkan fasilitas yang sama, tidak berdasarkan dari mana asal mereka, tapi lebih pada kemampuan yang dimiliki para santri,” harap dia.
Kemudian terakhir atau ketiga adalah soal pendidikan Islam, khususnya antar pesantren yang terhimpun dalam RMI PBNU. Pihaknya berharap bahwa di lingkungan PBNU mendukung secara lebih maksimal agar pesantren bisa berkembang dan ada jalinan kerjasama antar pesantren.
“Pesantren harus kita dorong untuk terus berkembang, dan ada jalinan kerjasama antar pesantren untuk menguatkan fungsi pesantren, agar para santri bisa hikmah lebih sempurna untuk bangsa dan negara,” terangnya.
Ketua RMI Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Lamongan, H Abdulloh Adib Haad mengatakan bahwa revitalisasi dan rekontekstualisasi kitab kuning bermakna santri mampu atau lebih mumpuni dalam memahami, mengerti tentang kitab kuning dan sesuai dengan konteks saat ini. Oleh sebab itu RMI PBNU mendorong pesantren untuk mengembangkan metode pembelajaran dan membacanya.
Gus Adib berharap, dengan adanya halaqah ulama ini nantinya memberikan dampak yang positif untuk negara, bangsa dan dunia.
“Semoga apa yang kita laksanakan selama tiga hari dalam Halaqah,yang menelurkan rekomendasi memberikan kemaslahatan bagi, bangsa dan negara,” harapnya.
Halaqah Ulama Nasional ini dihadiri sekitar 500 ulama NU se Indonesia. Mereka membicarakan berbagai problem kebangsaan dan keumatan dengan tema “Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning”. Kegiatan ditutup dengan tahlil, ziarah ke makam Sunan Drajat dan Maulana Ishaq.