Search

Kisah Pahlawan Safari Wukuf dan Senyum Jamaah Haji Lansia

Majalahaula.id – Sepasang kakek dan nenek jamaah haji Indonesia di kursi roda itu tersenyum. Wajahnya cerah dan sumringah. Tampak rona bahagia yang mamancar dari dua mata mereka. Pakaian yang mereka kenakan bersih dan rapih, menambah nuansa kegembiran di pagi hari.

Sementara dr. Leksmana, matanya justru sembab. Dia tidak kuasa menahan laju air matanya yang tetiba mengalir begitu saja. Sesekali tangannya menyeka untuk sekedar menyembunyikan perasaannya. Ditariknya nafas dalam-dalam agar dia bisa kembali menguasai situasi.

Kondisi tidak jauh berbeda dialami Rudiyanto. Satu-satunya yang membuat lebih samar adalah kacamatanya. Namun, air yang mengalir dari matanya juga tidak bisa disembunyikannya.

Sabtu (1/7/2023) pagi itu, sebanyak 22 jamaah haji lansia dan disabilitas yang tinggal di hotel transit 409 Syisyah tampak bahagia. Mereka senang karena bisa mengikuti tahapan puncak haji, safari wukuf, dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya.

Dia bercerita usai berpisah dengan keluarga barunya, para jamaah lansia dan disabilitas yang didampinginya selama di hotel transit pada fase puncak haji Armina. “Kami diminta mendampingi jamaah lansia dan berkebutuhan khusus untuk safari wukuf. Ketika jamaah datang, kami kaget dengan kondisi mereka, lansia dengan beragam permasalahan (kesehatan)nya,” kenang dr. Leks, panggilan akrabnya.

Baca Juga:  Mohamad Syafi’ Alielha Kejahatan Hendaknya Tidak Dilupakan

Tentu ini bukan tugas mudah. Tidak semata karena lansia yang harus diurusnya, tapi tugas ini juga menuntut dedikasi, komitmen, dan pengorbanan yang besar juga. Tahun ini adalah kesempatan pertama dr. Leks tergabung sebagai petugas haji. Ini juga menjadi kesempatan perdananya untuk menunaikan ibadah haji. Berat awalnya, karena hanya bisa bersafari dalam momen wukuf di Arafah, serta harus melewatkan kesempatan mabit (menginap) di Muzdalifah.

Menurutnya, para lansia butuh diayomi dan ditemani, tidak bisa dibiarkan. dr Leks mencontohkan kisah salah satu jamaah lansia, Zainal Arifin (nama samaran). Dia datang dengan sikap apatis dan low impact. Sehari-hari hanya di tempat tidur, mengisolasi diri. Bahkan, tidak jarang, Kakek Zainal buang kotoran di tempat tidurnya.

Baca Juga:  Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Enam Metode Al-Ghazali Dalam Merumuskan Pengetahuan

“Ini kita rawat dan dampingi. Kita suapin makannya, kita ajak bicara, kita ajak ikut senam pagi dan ibadah bersama. Alhamdulillah, lama-lama timbul kemauan untuk berinteraksi yang baik,” imbuhnya.

Hal senada dikisahkan Rudiyanto, Perawat RS Haji Jakarta yang tergabung dalam PKP3JH. Rudy, panggilan akrabnya, bercerita tentang tugas yang harus dilakukan tim safari wukuf jamaah lansia dan disabilitas. Mereka harus memandikan, menyuapi makannya, membersihkan semuanya, mulai dari pakaian hingga kamar. “Ada yang datang tidak membawa pakaian kecuali yang dikenakan. Untung PPIH siapkan kerudung dan mukena. Mereka sangat senang. Bahkan, saking senangnya, mereka mau kasih uang, tapi kita tidak menerima dan menjelaskan bahwa semua ini adalah tugas,” kenangnya.

Rudy mengaku sejak awal kedatangan, dirinya juga memberikan perhatian khusus kepada Pak Zainal (91 tahun) karena mengalami dehidrasi berat. Jamaah lansia itu dikasihnya elektrolit, disuapi makan, meski hanya sesuap – dua suap. “Saya mandikan. Kadang BAB nya ke mana-mana. Alhamdulillah, fase itu sudah terlewati semua,” ucap Rudy.

Baca Juga:  Novel Baswedan Prihatin Fitnah kepada KPK

Selain memandikan serta membersihkan kamar dan pakaian, lanjut Rudy, tim Safari Wukuf juga harus mengenakan rutin mengganti panpers lansia. Selain itu, mereka punya program sarapan bersama. Giat bersama ini penting untuk menumbuhkan semangat bersosialisasi. Tim Safari Wukuf juga menggelar senam lansia. “Kebetulan di Hotel 409 ada petugas dengan basic psikioterapis. Kami gelar senam lansia dan ini cukup memupuk kebersamaan,” katanya.

Program lainnya adalah ibadah bersama, terutama saat Magrib dan Isya. Setelah itu, disampaikan tausiah oleh pembimbing ibadah, Ustad Khalilurrahman. Makan malam juga digelar bersama. “Intinya kita sering kumpulkan mereka untuk diajak bicara. Mereka butuh perhatian. Kami coba beri sentuhan dengan hati ikhlas. Sehingga mereka merasakan getarannya dan terasa juga buat kami. Mereka menetaskan air mata, menyampaikan terima kasih dan saling mendoakan,” tutupnya.(Vin)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA