Search

Kronologi Kisruh Pemerintah-Shell Terkait Blok Masela

Majalahaula.id – Sikap pemerintah yang tegas pada pihak swasta Shell dalam kasus Blok Masela kembali diambil, karena pihak Shell terkesan mengulur-ulur proses pengembangan proyek ini.

Namun demikian cukup banyak yang belum memahami konteks serta duduk perkara kisruh pemerintah – Shell di Blok Masela, yang belakangan jadi masalah yang semakin besar.

Permasalah Blok Masela

Akar permasalah sebenarnya dapat dilihat pada awal penandatanganan rencana pengembangan, atau Plan of Development (PoD) yang dilakukan pada tahun 2019 lalu. Kala itu, pemerintah dan Shell sepakat untuk melakukan pengembangan di Blok Masela terkait dengan sumber gas yang ada di sana.

Namun demikian hingga saat ini, setelah kurang lebih empat tahun berjalan, tidak ada kegiatan signifikan pada blok tersebut. Ketiadaan kegiatan pengembangan disebabkan oleh belum adanya kesepakatan Perjanjian Jual Beli Gas dengan calon konsumen yang ada.

Baca Juga:  Pemerintah Cabut Status Darurat Penyakit Kuku dan Mulut

Dinyatakan dalam dokumen Plan of Development, bahwa Blok Masela dapat kembali ke negara jika tidak ada kegiatan signifikan apapun dari sisi pengembangan selama 5 tahun sejak berkas tersebut ditandatangani.

Namun demikian dokumen PoD juga dapat diperpanjang masa berlakunya jika operator belum mendapatkan komitmen dari Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG). Pihak pemerintah kemudian mengungkapkan bahwa Inpex, selau operator, dan Shell sebagai mitra kerjanya, harus mengejar PJBG pada calon konsumen yang ada sebab hal ini tercantum dalam regulasi yang disepakati.

Pembiayaan yang diperlukan adalah sekitar US$20 miliar, dan operator atau mitra akan sulit mendapatkan pendanaan jika PJBG tidak diperoleh. PJBT sendiri menjadi jaminan atas pendanaan yang akan diberikan oleh pihak bank atau lembaga finansial lain.

Baca Juga:  Banggar Minta Pemerintah Tarik Cukai Pemanis Tahun 2024

Masalah kembali memuncak ketika Shell terkesan mempersulit upaya pemerintah melalui Pertamina untuk masuk dan mengambil 35% hak partisipasi milik Shell, karena tidak adanya upaya nyata dalam urusan PJBG tersebut. Bahkan hal ini memicu kekesalan dari Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Akibat lambatnya berbagai proses dalam pengembangan atau pengambilalihan hak partisipasi, hingga saat ini Blok Masela masih dalam keadaan belum digarap. Jelas saja, hal ini dapat menjadi salah satu risiko kerugian negara sebab kesepakatan telah ditandatangani.

Pengambilalihan proyek akan terjadi pada 2024 mendatang, dan pemerintah menyatakan siap menghadapi tuntutan yang mungkin dilayangkan oleh pihak Shell. Pemerintah yakin posisinya cukup kuat untuk urusan ini, karena inti dari kesepakatan yang dibuat memberikan posisi menguntungkan pada konteks tersebut.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA