Majalahaula.id – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membentuk Tim Percepatan Reformasi Hukum dengan menerbitkan Surat Keputusan Menko Polhukam Nomor 63 Tabun 2023 tentang Tim Percepatan Reformasi Hukum.
Berdasarkan SK tersebut, susunan keanggotaan Tim Percepatan Reformasi Hukum terdiri atas pengarah; ketua, wakil ketua, dan sekretaris; serta kelompok kerja. SK ini mengatur bahwa posisi pengarah diisi secara ex officio oleh Menko Polhukam, sedangkan ketuanya adalah Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Kemenko Polhukam secara ex officio.
Posisi wakil ketua diisi mantan pimpinan KPK Laode M Syarif, sedangkan sekretaris tim ini adalah Sekretaris Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam secara ex officio. Terdapat empat kelompok kerja dalam susunan Tim Percepatan Reformasi Hukum yakni Kelompok Kerja Reformasi Lembaga Peradilan dan Penegakan Hukum, Kelompok Kerja Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam, Kelompok Kerja Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, serta Kelompok Kerja Reformasi Sektor Peraturan Perundangundangan. Kelompok kerja itu diketuai dan beranggotakan para tokoh berlatar belakang hukum, di samping diisi juga oleh pejabat Kemenko Polhukam. Terdapat sejumlah nama terkenal seperti Faisal Basri, Eros Djarot. Najwa Shihab, Bambang Harymurti dan Meisy Sabardiah, hingga Zainal Arifin Mochtar.
Mahfud menjelaskan, tim dibentuk untuk membenahi karut marut hukum, meski tim ini juga tidak berpretensi menyelesaikan kasus hukum yang sedang berlangsung. Dan penyelesaian kasus hukum tetap menjadi tangung jawab aparat penegak hukum dan birokrasi yang menaganinya. “Tim ini nantinya akan merumuskan naskah akademik dan rancangan kebijakan hukum yang akan diserahkan kepada pemerintah baru hasil Pemilu 2024 untuk dipertimbangkan pemberlakuannya,” ujarnya.
Tim ini dibentuk tak lepas dari instruksi Presiden Joko Widodo kepada Mahfud untuk merumuskan reformasi hukum dan pengadilan. Instruksi itu disampaikan setelah penangkapan hakim agung oleh KPK karena tersandung suap. “Secara lebih umum kita juga membentuk subtim RUU Anti Mafia, mengingat mafia kita sudah menggurita dan nengancam sendi-sendi hidup bernegara. Begitu juga perlu ada kebijakan baru tentang percepatan pemberantasan korupsi,” katanya. (Ful)