Majalahaula.id – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini meminta para politisi agar menjadi negarawan. Yakni tidak ada hal lain kecuali berpikir soal kepentingan bangsa dan negara.
“Kan kalau legislatif berarti dia kan memutuskan kebijakan publik, bekerja bersama pemerintah, akan mengawasi pemerintah. Maka penting bagi dia juga sudah menunjukkan itu. Tidak dengan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan posisi atau kekuasaan,” katanya, Rabu (17/05/2023).
Menurut Alissa, kalau semua praktisi politik memiliki komitmen yang sama untuk mendahulukan kepentingan bangsa dan negara dan tidak menggunakan politik sektarian, maka diharapkan kompetisi bisa berlangsung baik dan adil. Sebagai contoh, para calon anggota legislatif misalnya perlu pergi ke daerah pemilihan masing-masing untuk menemui konstituennya. Mereka kemudian memberikan akses fasilitasi. “Misalnya, desa ini butuh lapangan voli, kemudian mereka berjanji untuk melaksanakan janji atau menjanjikan jalanannya diaspal,” kata dia.
Kalau ternyata pihak pemerintah desa tak memiliki biaya cukup untuk mengaspal jalan atau membangun jembatan, maka para calon legislator itu harus mencarikan jalan ke pemerintah daerah supaya jembatan bisa dibangun. “Itu nggak apa-apa, tapi jangan pakai politik SARA, jangan pakai politik identitas, mendiskreditkan calon lain dengan menggunakan politik identitas atau politik SARA. Politik identitas tuh bisa suku, agama, golongan,” katanya.
“Itu janganlah, karena itu tuh (politik identitas) nanti susah untuk dihilangkan. Susah untuk disembuhkan. Politik identitas itu politik yang ujungnya pada sentimen kebencian,” imbuh Alissa.
Sedangkan Rektor UIN Yogyakarta Prof Al Makin mengatakan polarisasi akan kembali terjadi pada Pemilu 2024. Hal ini juga sudah diprediksi oleh para pengamat dari berbagai universitas, lembaga survei, dan lembaga riset di Indonesia.
Karena itu dirinya mendukung apa yang sudah dilakukan Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf terkait hal ini. Termasuk kerap membicarakan isu tersebut. “Bahkan, sebelum beliau jadi Ketum PBNU juga sudah sering menyinggung betapa politik identitas itu sangat mudah dipakai dalam propaganda dan dalam mempromosikan kandidasi atau pencalonan dalam politik. Ini harus kita amati dan hindari sebanyak mungkin,” ujarnya. (Ful)