Majalahaula.id – Warga Hila, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah punya tradisi unik membangunkan sahur dengan hadrah sambil mengelilingi kampung. Disampaikan oleh Pegiat hadrat Negeri Hila, Djamaludin Bugis mengatakan, hadrah bukan saja dilakukan di negeri Hila, tapi di sejumlah negeri Islam di Maluku.
“Bedanya kalau hadrah di daerah lain dilakukan untuk menyambut hari besar atau pada acara nikahan, di sini kita buat untuk bangunkan sahur. Kita menyemarakkan bulan yang mulia ini dengan puji-pujian kepada sang Ilahi,” kata Djamaludin di Ambon seperti dilansir dari Antara.
Jika pada umumnya orang membangunkan sahur dengan cara keliling kampung dengan membawa alat musik dan menyanyikan lagu-lagu religius serta dendang sahur, di Negeri Hila sendiri menggunakan cara yang berbeda.
Cara yang sudah menjadi tradisi dalam membangunkan sahur di desa wisata itu diberi nama hadrah. Puluhan hingga ratusan orang berjalan sambil menggemakan zikir dan puji-pujian kepada Allah SWT diiringi dengan tabuhan rebana.
“Hadrah ini biasanya dimulai pada pukul 01.00 WIT dan akan berakhir pada pukul 03.30 WIT,” katanya.
Tradisi ini tak mengenal umur, ada kelompok usia 9-10 tahun hingga para orang tua di atas 40 tahun.
Menurutnya, busana penari hadrah pun tidak menentu, ada pakaian gamis, sarung dan yang seragam meski pada umumnya yang berwarna putih.
Hadrah di malam Ramadlan sudah menjadi tradisi warga Negeri Hila. Selain hadrah, sejumlah pemuda juga kerap mempertontonkan tarian dana-dana atau tarian tradisional.
“Misalnya setelah kita hadrah, kita isi juga dengan tarian dana-dana para pemuda,” katanya.
Selain itu, salah satu tokoh adat negeri Hila, Zulkarnain Ely mengungkapkan, membangunkan warga sahur dengan hadrah merupakan salah satu bentuk untuk tetap merawat tradisi yang ada di Hila.
“Andaikan ini tidak lagi kita lakukan, maka hilang sudah tradisi ini. Perkembangan zaman kadang membuat kita lupa dengan jati diri kita,” ucapnya.
Ia menambahkan, hadrah sendiri memang tidak dilakukan setiap malam. Dalam sebulan puasa, terhitung hanya empat sampai lima kali hadrah digelar.
“Karena setiap lafal yang kami ucapkan dalam hadrat adalah kalimat pujian kepada Allah SWT. Makanya ini tradisi yang harus kita lestarikan sampai ke anak cucu kita kelak,” kata Zulkarnain.