Majalahaula.id – Ketua Umum atau Ketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa inisiasi Muktamar Internasional Fikih Peradaban merupakan langkah awal dari jalan panjang menuju perdamaian dunia yang dicita-citakan bersama. Hal tersebut disampaikan kiai yang akrab disapa Gus Yahya itu pada Seminar Nasional bertema “Menafsirkan Kembali Gagasan Fikih Peradaban dalam Perspektif Geopolitik Islam” di Gedung Prof Soenarjo, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Selasa (04/04/2023).
“Apa yang kami lakukan dengan Muktamar Internasional Fikih Peradaban ini adalah upaya awal dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dari satu jalan yang kami sendiri sejak awal melihatnya sebagai kalan panjang,” katanya sebagaimana disiarkan kanal Youtube UIN Sunan Kalijaga.
Ke depan, lanjut Gus Yahya, masih banyak hal yang harus dipikirkan. Banyak hal pula yang harus diurai dan ditemukan kesimpulannya. Karenanya, ia mengajak serta akademisi dari lintas disiplin untuk turut serta meletakkan sumbangsih pemikirannya untuk mewujudkan hal tersebut.
Gus Yahya berharap UIN Sunan Kalijaga yang sudah mengadopsi wacana fikih peradaban ini dapat terus menjadikannya studi berkelanjutan sehingga pemikiran Islam lebih luas. Sebagaimana diketahui, PBNU telah menggelar Muktamar Internasional Fikih Peradaban I di Surabaya pada Senin (06/02/2023). Pada gelaran tersebut, pembahasan yang diangkat adalah Piagam PBB dalam persepektif syariah.
Gus Yahya menjelaskan bahwa Piagam PBB itu berisi perjanjian tentang cita-cita bersama yang masih harus diupayakan secara bersama, bukan sesuatu yang bisa serta merta diterapkan. Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu menegaskan bahwa para ulama menyimpulkan piagam PBB sebagai perjanjian itu sah di mata syariat. Sebab, kepala negara yang menandatanganinya sah menjadi wakil dari umat Islam yang menjadi warga negara masing-masing.
Seminar ini menghadirkan para ahli dari lintas disiplin dan kampus. Ada empat pembicara yang turut mengkritisi wacana Fiqih Peradaban itu, yakni (1) Siswanto Masruri dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; (2) Fatkhul Wahid dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta; (3) Mohtar Mas’oed dari Universitas Gadjah Mada (UGM); dan (4) ST Sunardi dari Universitas Sanata Dharma. (Ful)