Majalahaula.id – Saat ini masalah penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat terus menuai sorotan. Pemerintah lewat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyatakan pemerintah saat ini mengutamakan penyelesaian 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat melalui jalur non-yudisial. Karena tidak mudah mencari bukti-bukti kasus itu dan menjerat para pelakunya.
“Karena kalau bicara soal pelaku, amat sangat sulit, dan itu hanya bisa pengadilan yang memutuskan,” kata Mahfud dalam Kompas Petang Kompas TV, Ahad (15/01/2023). Menurut dia, faktanya ada tetapi buktinya tidak ada, sehingga semua yang diajukan oleh pengadilan dikalahkan semua, lanjutnya.
Mahfud mengatakan, karena kendala dalam menempuh jalur hukum itu maka saat ini pemerintah mengutamakan penyelesaian secara non-yudisial dengan menitikberatkan kepada korban. “Sebagai langkah baru sudah dimulai untuk memperhatikan dan merehabilitasi hak korban. Ini korban yang jadi fokus kita, bukan pelaku,” ucap Mahfud.
Menurutnya, pemerintah mengutamakan merehabilitasi para korban kasus pelanggaran HAM berat. “Kita cari korbannya dan kita merehabilitasi kerusakannya, apakah itu kerusakan mental, ekonomi, maupun politis,” ucapnya. Mahfud kemudian memberikan salah satu contoh penyelesaian non-yudisial yang dilakukan pemerintah untuk memberikan keadilan bagi korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Misalnya korban, yakni keturunan dari peristiwa PKI kan banyak yang menjadi korban seperti dipecat, tidak boleh bekerja dan sebagainya lalu mengalami penderitaan yang berkepanjangan, ya kita selesaikan, berikan hak-hak politiknya, itu sudah dimulai sebenarnya.” ujarnya.
Ia mengatakan, pemerintah bakal menyelesaikan atau merehabilitasi korban pelanggaran HAM berat masa lalu melalui penugasan kepada beberapa kementerian terkait. Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan memang terjadi dugaan pelanggaran HAM berat di Indonesia pada masa lalu.
“Dengan pikiran jernih dan hati yang tulis sebagai Kepala Negara saya mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di masa lalu,” kata Jokowi setelah membaca laporan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan pada Rabu (11/01/2023). (Ful)