Majalahaula.id – Memperingati 13 tahun wafatnya KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Pondok Pesantren Tebuireng Jombang menggelar seminar nasional ‘Perjuangan Gus Dur dan Masa Depan Moderasi Beragama, Rabu (21/12/2022). Seminar yang berlangsung di Aula KH Yusuf Hasyim ini menghadirkan 3 narasumber, yakni asisten pribadi Gus Dur (1998-2001) Dr. Kiai Ngatawi Al-Zatrow, Msi, Direktur Pascasarjana Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya Prof Masdar Hilmy MA. Ph.D, serta CEO Harian Bangsa H Mas’ud Adnan S.Sos M.Si.
Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin mengatakan, Gus Dur membawa banyak perubahan dalam tubuh NU. Termasuk yang mendorong NU kembali ke khittah. Yakni NU kembali menjadi kekuatan civil society, tidak lagi berkecimpung di ranah politik. “Sehingga NU menjadi kekuatan sosial masyarakat. NU tidak dikerdilkan dalam organisasi politik. Pemikiran Gus Dur juga yang mendorong NU untuk menerima azas tunggal Pancasila. Apa yang dilakukan Gus Dur itu melanjutkan cita-cita sang kakek, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asyari,” kata Gus Kikin.
Dalam konteks kepemimpinan Gus Dur yang multiktural menurut Ngatawi Al-Zatrow, terdapat tiga aspek yang dipegang teguh oleh mantan Presiden RI keempat ini.
Pertama adalah pemikiran dan pemahaman akan konsep multikultural itu sendiri. Kedua pemikiran kesilaman dari ulama-ulama klasik hingga kontemporer.
“Ketiga, akar tradisi kenusantaran yang dari awal sudah beragam,” tegasnya.
Ngatawi Al-Zaatrow kembali menegaskan jika sumber pemikiran Gus Dur pada tiga hal tersebut, termasuk dengan metodologinya sebagai pengaplikasian konsep kepemimpinannya.
“Gus Dur membuat strategi rasionalitas dan spiritalitas maka jadi jangkep,” tambahnya.
Selain itu pula diungkapkannya bahwa kepemimpinan cucu pendiri NU KH Hasyim Asyarai ini tidak melepaskan nilai tradisionalitas sebagai identitas bangsa.
“Tradisionalitas juga dilakukan agar tidak tergerus oleh negara lain, itu yg dijalankan Gus Dur,” imbuhnya.(Vin)