Majalahaula.id – Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Muhammad Nuh mengungkapkan makna 1 Abad NU. Usia 100 tahun, menurut Nuh, merupakan umur spesial yang ia yakini memiliki kelebihan tersendiri. “Setiap kejadian memiliki makna, tergantung dari kemampuan kita untuk memaknainya,” ujar Nuh saat Pendidikan Menengah Kepemimpinan NU (PMKNU) di Institut Agama Islam Ma’arif NU Metro, Lampung, Kamis (24/11/2022).
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menambahkan, 100 tahun adalah umur yang menunjukkan kemampuan daya hidup. Keberadaan NU bisa mencapai umur 1 abad menunjukkan bahwa NU luar biasa dan bukan organisasi sembarangan. Banyak organisasi yang tumbang sebelum mencapai angka itu, bahkan ada yang baru seumur jagung sudah bubar. “Ini pasti ada apa-apanya,” katanya.
Dianugerahi umur 1 abad ini, saatnya para pengurus dan warga NU untuk melakukan evaluasi dan mengambil pelajaran dari sejarah panjang yang telah dilewati NU. “Kesempatan baik untuk mengevaluasi 100 tahun pertama, apa saja yang bisa menjadi pelajaran untuk menyiapkan 100 tahun kedua,” ungkapnya dalam paparannya bertema Memaknai 100 Tahun NU: Transformasi Intangible-Intangible Asset menjadi Real Asset dan Real Power.
Memasuki umur 100 tahun, lanjutnya, sudah saatnya NU mengukir sejarah baru dengan tetap mempertahankan eksistensinya. Pasalnya, fase kehidupan pada masa 1 abad merupakan masa mendapatkan banyak ujian. Kendati demikian, fase ini merupakan masa transformasi monumental.
Cara Berterima Kasih kepada NU
Nuh mengingatkan warga NU dan pengurus NU untuk bersyukur dan berterima kasih karena masih bisa eksis bersama NU. Ia menegaskan bahwa kebesaran NU ini bukanlah karena keberadaan pengurus dan Nahdliyin di dalamnya, namun sebaliknya merekalah yang memiliki hutang kepada NU. “Bukan kita yang punya saham di NU karena kita menjadi pengurus-aktivis sehingga NU berhutang budi kepada kita. Tetapi NU yang punya saham pada diri kita. Kini saatnya membayar dan melunasi deviden. Jangan dibalik,” ungkapnya.
NU, sudah banyak memberi saham sejati yang menjadikan kehidupan di Indonesia damai. Ia menyebut saham NU ini berupa saham sumbangsih NU dalam bidang keagamaan, keberagamaan, kemanusiaan dan kebangsaan. “NU juga sudah menjadikan kita mendapatkan kemuliaan dan penghormatan,” ungkapnya.
Dengan adanya NU, pengurus dan warganya juga bisa memiliki kesempatan berbuat baik dan bisa berkumpul dengan komunitas orang saleh. Sehingga semua ini perlu ‘dibayar’ lunas, oleh warga dan pengurus NU dengan berbagai bentuk deviden.
“(Beri) Kontribusi demi kemajuan organisasi baik bendawi maupun non-bendawi, dan (beri) prestasi, baik jamaah maupun jamiyah, yang memperbesar aset perkumpulan,” tegasnya.
Dengan banyaknya prestasi yang dimiliki oleh NU, lanjut Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini, maka kecintaan kepada NU juga akan makin tinggi. Pasalnya secara psikologis, kecintaan akan makin tumbuh pada sesuatu manakala sesuatu itu memiliki nilai lebih. Sebaliknya, jika tidak ada nilai lebih, maka kecintaan pun akan luntur. “Tidak ngrepoti dan menjadi beban organisasi juga menjadi salah satu bentuk membayar utang kepada Nahdlatul Ulama,” ungkapnya.
Terlebih jelang memasuki abad kedua NU, ia mengajak seluruh warga NU untuk memberi kontribusi agar NU bisa lepas landas dengan sempurna. Menurutnya, fase 100 tahun merupakan fase di mana akan menemui paradigma baru yang tentu akan banyak menghadapi kejutan-kejutan. Dalam pandangannya, ada tiga kemungkinan yang akan muncul setelah memasuki umur 100 tahun dalam sebuah fase kehidupan. Ketiga hal tersebut adalah mengalami penurunan (hancur), mengalami kondisi stagnan (kalah), dan mengalami masa kenaikan. Dua yang pertama menurut Prof Nuh bukalah pilihan. Namun yang ketiga merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan. (Vin)