Majalahaula.id – Siapa sangka dari usaha perorangaan Buna’ie menjadi pengusaha kepercayaan warga Nahdliyin. Seperti di LPPNU kerajianan miliknya menjadi sovenir kebanggan NU Sumenep. Termasuk menjadi salah satu usaha yang berdaya ekonomi di dari Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU).
Kesuksesan ini juga bisa menyoroti LPNU Sumenep untuk masuk dalam nominator Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim Award 2022.
Kerajinannya menjadi buah tangan. Setiap ada tamu kehormatan, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep mempercayai Buna’ie membuat ukiran lambang NU sebagai hadiah kenang-kenangan. Salah satu tokoh yang pernah mendapatkan hasil kreasi tangan Buna’ie adalah Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar sebanyak dua kali dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf sebanyak satu kali.
“Saat mendapatkan kepercayaan dari Rais PCNU Sumenep, kami menjalankan amanah tersebut. Mungkin kami dipercayai lantaran bagian dari pengurus lembaga NU, sehingga bisa mempermudah komunikasi,” ujarnya yang dikutip AULA dari saat NU Online Jatim Selasa (01/11/2022).
Pria yang merupakan anggota Pengurus Cabang (PC) Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Sumenep itu mengatakan, di Karduluk banyak sekali pelaku seni ukiran kayu. Namun, untuk ukiran lambang NU dirinyalah spesialisnya.
“Tentunya murah harganya. Karena kami ingin ngalap berkah. Harga yang awalnya mahal, kami menurunkan harganya. Kami ini santri yang selalu mengharap keberkahan, tentu harga bukan barometer untuk meraup keuntungan,” tuturnya.
Dijelaskan, harga pajangan lambang NU di dinding rumah bervariatif. Tergantung pada tingkat kesulitan dan ukurannya. Baginya, semakin lama proses pembuatan, maka hasilnya akan memuaskan secara estetika.
“Ukuran kecil, diselesaikan 6 hari. Ukuran sedang 10 hari. Ukuran besar dan super besar, finishingnya hingga 20 hari. Adapun tarif untuk ukuran kecil Rp1 juta, sedang Rp2 juta, dan ukuran besar Rp3 juta. Namun jika untuk tamu besar PCNU Sumenep, kami tidak mematok harga tersebut,” imbuhnya.
Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk itu mengatakan, saat membuat lambang NU dirinya dibantu oleh beberapa karyawan. Untuk lambang NU berukuran besar dilakukan tiga orang dan ukuran sedang dua orang. Sementara ukiran lambang dengan ukuran kecil ia kerjakan sendiri.
Disebutkan, tokoh-tokoh yang pernah memesan hasil ukirannya adalah Bupati Sumenep, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kepala Desa, guru, hingga dosen. Paling banyak yang pesan adalah kalangan kiai, pengurus NU, dan badan otonom.
“Rais PBNU KH Abd A’la Basyir pernah pesan. Begitu pula pengurus NU di Jakarta Timur, Pamekasan, Sampang, Bangkalan juga memesan. Yang paling banyak peminatnya adalah Muslimat NU,” ungkapnya.
Tak hanya itu, di zaman digital ini, dirinya mengenalkan karyanya lewat media sosial, seperti facebook, instagram dan lainnya. Jika tidak mengikuti perkembangan zaman, maka tidak laku terjual, seperti lambang NU, kursi, meja, lemari, pintu, jendela, dan perabot atau furnitur pelengkap rumah lainnya.
“Penghasilan kami sifatnya musiman. Paling laris saat musim pernikahan dan Hari Lahir (Harlah) NU,” ungkapnya.
“Sebenarnya sudah lama dilirik oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disdperindag) dan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Namun, saya belum pernah memperoleh bantuan apapun. Alhamdulillah, kami bisa tetap survive dengan kondisi seperti ini,” pungkasnya. Dy