Majalahaula.id – Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan memastikan ada alokasi anggaran untuk kesejahteraan guru.
“RUU Sisdiknas harus memastikan 20 persen APBN untuk kesejahteraan guru dan ini harus masuk dalam draf RUU Sisdiknas. Karena itu, kami tetap mendorong RUU Sisdiknas segera dibahas oleh DPR,” kata Wakil Ketua Umum PP Pergunu Ahmad Zuhri dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI di Senayan, Jakarta, Kamis (22/09/2022).
Ia menegaskan, sejak lahir pada 1952 di Surabaya, Pergunu sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama selalu mengupayakan kesejahteraan dan kemuliaan bagi profesi guru. Salah satunya melalui upaya peningkatan kesejahteraan bagi guru. Sejarah mencatat, kemiskinan yang dialami guru adalah sumber ketertinggalan dunia pendidikan dan kehancuran sebuah bangsa.
Zuhri kemudian mengulas nasib guru pada era kepemimpinan Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang sekaligus menjadi pemimpin NU. Gus Dur saat itu sangat memiliki kepedulian terhadap peningkatan kesejahteraan guru. Menurut Zuhri, era Gus Dur itu merupakan titik balik dari kesejahteraan guru. Sebab gaji guru meningkat jauh dari era sebelum Gus Dur, bahkan hingga saat ini. Sekarang para guru tidak malu mengakui profesinya. Bahkan kini sudah sangat jarang dijumpai narasi guru ‘’Oemar Bakri’ yang berdedikasi tinggi pada dunia pendidikan tetapi tidak digaji dengan layak.
“Profesi guru menjadi profesi yang diidolakan generasi muda karena dianggap memiliki masa depan yang cerah. Selain tugas mulia mendedikasikan diri pada bangsa dan negara mereka juga merasa terjamin atas kesejahteraannya,” ujar Zuhri.
“Sungguh tidak dapat terbayangkan apa jadinya negara ini jika generasi mudanya tidak ada yang berminat menjadi guru karena status kesejahteraannya tersebut,” imbuhnya.
Zuhri menegaskan, apabila di dalam proses RUU Sisdiknas ini terdapat upaya penghapusan skema Tunjangan Profesi Guru yang sebelumnya telah diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maka sama saja dengan upaya memiskinkan guru. Jika ada upaya itu, maka Pergunu akan secara tegas menolaknya.
Guru dan dosen harus dilindungi dan diperlakukan secara khusus sebagai profesi yang mulia dan memiliki keunikan. Sebagai upaya perlindungan terhadap profesi guru dan dosen itu, Zuhri menyebut lex specialis derogat legi generali. Artinya, asas penafsiran yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).
“Pemerintah harus transparan dan jujur kepada masyarakat bagaimana penyaluran peruntukan APBN 20 persen untuk pendidikan. Kami berharap kesejahteraan guru tidak menjadi ‘kambing hitam’ atas ketidakmampuan anggaran negara,” pungkasnya. (Ful)