Menteri Pertanian ini mengakui, angka produksi gula nasional masih terbilang rendah yakni berada pada angka 2,35 juta ton. Angka tersebut jauh di bawah kebutuhan gula nasional secara umum sebesar 7,3 ton, yang terdiri dari 3,2 juta ton gula konsumsi, dan 4,1 juta ton gula industri.
“Produksi gula nasional kita memang masih sangat rendah, 2,35 juta ton. Oleh karena itu, Bapak Presiden memerintahkan agar langkah untuk memperkuat gula konsumsi harus dilakukan, berarti ada 850.000 ton untuk dipersiapkan,” kata Syahrul dalam keterangan pers usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/07/2022).
Syahrul menuturkan, dalam rapat terbatas siang tadi, Jokowi meminta menteri-menterinya untuk menyiapkan kebutuhan gula nasional. Pasalnya, gula merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan masyarakat di samping turut mempengaruhi inflasi dan terdampak oleh pengurangan impor beberapa negara. Perhatian terhadap hal ini mendesak dilakukan agar kondisi dalam negeri dapat stabil.
“Bapak Presiden mengharapkan dalam waktu yang sangat cepat ada langkah-langkah bersama antara kementerian baik Pertanian, BUMN, Perdagangan, Perindustrian untuk mencoba mempersiapkan berbagai hal untuk minimal mempersiapkan kebutuhan gula nasional kita secara baik,” ujar Syahrul.
Ia melanjutkan, Jokowi memerintahkannya dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk melakukan rawat ratoon tebu dan bongkar ratoon tebu demi meningkatkan produksi gula. Hal itu menjadi salah satu solusi agar permasalahan gula dalam negeri menemukan solusi terbaik.
“Artinya ada lahan-lahan intensifikasi dan lahan-lahan ekstensifikasi yang harus digarap secara bersamaan,” kata dia.
Syahrul menambahkan, terkait kebutuhan gula industri, pemerintah yakin stok yang ada sekarang masih cukup untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, masalah tersebut tidak terlampau dirisaukan, meski tetap menjadi perhatian pemerintah.
“Apa yang ada sekarang kita berharap dapat kita pertahankan untuk bisa memenuhi kebutuhan industri kita,” ujar Syahrul.
Sejumlah permasalah domestik mendapat perhatian presiden dan pembantunya. Hal tersebut tentu saja berkaitan dengan tidak menentunya kondisi global imbas invasi Rusia ke Ukraina. Banyak kalangan memperkirakan akan terjadi krisis yang cukup serius dalam waktu mendatang. (Ful)