Pengertian HIV dan AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana HIV sudah pada tahap infeksi akhir. Ketika seseorang sudah mengalami AIDS, tubuh tidak lagi memiliki kemampuan untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.
Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh penderita, seperti darah, sperma, cairan vagina, cairan anus, serta ASI. Perlu diketahui, HIV tidak menular melalui udara, air, keringat, air mata, air liur, gigitan nyamuk, atau sentuhan fisik.
HIV adalah penyakit seumur hidup. Dengan kata lain, virus HIV akan menetap di dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Meski belum ada metode pengobatan untuk mengatasi HIV, tetapi ada obat yang bisa memperlambat perkembangan penyakit ini dan dapat meningkatkan harapan hidup penderita.
HIV dan AIDS di Indonesia
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2019, terdapat lebih dari 50.000 kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, kasus HIV paling sering terjadi pada heteroseksual, diikuti lelaki seks lelaki (LSL) atau homoseksual, pengguna NAPZA suntik (penasun), dan pekerja seks.
Sementara itu, jumlah penderita AIDS di Indonesia cenderung meningkat. Di tahun 2019, tercatat ada lebih dari 7.000 penderita AIDS dengan angka kematian mencapai lebih dari 600 orang. Akan tetapi, dari tahun 2005 hingga 2019, angka kematian akibat AIDS di Indonesia terus mengalami penurunan. Hal ini menandakan pengobatan di Indonesia berhasil menurunkan angka kematian akibat AIDS.
Faktor Risiko HIV/AIDS
HIV/AIDS masuk melalui dua jalur yaitu melalui cairan kelamin dan darah, sehingga faktor risiko HIV/ AIDS berhubungan dengan kedua hal tersebut antara lain:
- Sering berganti pasangan
- Melakukan hubungan seksual yang beresiko baik homoseksual maupun heteroseksual
- Menggunakan jarum suntik narkoba secara bersamaan
- Penularan dari ibu hamil yang mengidap HIV/AIDS melalui plasenta ke janin
Gejala HIV/AIDS
Stadium 1
Fase ini disebut sebagai infeksi HIV asimtomatik dimana gejala HIV awal masih tidak terasa. Fase ini belum masuk kategori sebagai AIDS karena tidak menunjukkan gejala. Apabila ada gejala yang sering terjadi adalah pembengkakan kelenjar getah bening di beberapa bagian tubuh seperti ketiak, leher, dan lipatan paha. Penderita (ODHA) pada fase ini masih terlihat sehat dan normal namun penderita sudah terinfeksi serta dapat menularkan virus ke orang lain.
Stadium 2
Daya tahan tubuh ODHA pada fase ini umumnya mulai menurun namun, gejala mulai muncul dapat berupa:
- Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Penurunan ini dapat mencapai kurang dari 10 persen dari berat badan sebelumnya
- Infeksi saluran pernapasan seperti siunusitis, bronkitis, radang telinga tengah (otitis), dan radang tenggorokan
- Infeksi jamur pada kuku dan jari-jari
- Herpes zoster yang timbul bintil kulit berisi air dan berulang dalam lima tahun
- Gatal pada kulit
- Dermatitis seboroik atau gangguan kulit yang menyebabkan kulit bersisik, berketombe, dan berwarna kemerahan
- Radang mulut dan stomatitis (sariawan di ujung bibir) yang berulang
Stadium 3
Pada fase ini mulai timbul gejala-gejala infeksi primer yang khas sehingga dapat mengindikasikan diagnosis infeksi HIV/AIDS. Gejala pada stadium 3 antara lain:
- Diare kronis yang berlangsung lebih dari satu bulan tanpa penyebab yang jelas
- Penurunan berat badan kurang dari 10% berat badan sebelumnya tanpa penyebab yang jelas
- Demam yang terus hilang dan muncul selama lebih dari satu bulan
- Infeksi jamur di mulut (Candiasis oral)
- Muncul bercak putih pada lidah yang tampak kasar, berobak, dan berbulu
- Tuberkulosis paru
- Radang mulut akut, radang gusi, dan infeksi gusi (periodontitis) yang tidak kunjung sembuh
- Penurunan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Stadium 4
Fase ini merupakan stadium akhir AIDS yang ditandai dengan pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh dan penderita dapat merasakan beberapa gejala infeksi oportunistik yang merupakan infeksi pada sistem kekebalan tubuh yang lemah. Beberapa gejala dapat meliputi:
-
- Pneumonia pneumocystis dengan gejala kelelahan berat, batuk kering, sesak nafas, dan demam
- Penderita semakin kurus dan mengalami penurunan berat badan lebih dari 10%
- Infeksi bakteri berat, infeksi sendi dan tulang, serta radang otak
- Infeksi herpes simplex kronis yang menimbulkan gangguan pada kulit kelamin dan di sekitar bibir
- Tuberkulosis kelenjar
- Infeksi jamur di kerongkongan sehingga membuat kesulitan untuk makan
- Sarcoma Kaposi atau kanker yang disebabkan oleh infeksi virus human herpesvirus 8 (HHV8)
- Toxoplasmosis cerebral yaitu infeksi toksoplasma otak yang menimbulkan abses di otak
- Penurunan kesadaran, kondisi tubuh ODHA sudah sangat lemah sehingga aktivitas terbatas dilakukan di tempat tidur.
Diagnosis HIV/AIDS
Apabila menyadari perilaku kita beresiko, segera melakukan pemeriksaan ke dokter untuk mendapatkan penanganan. Penanganan awal yaitu dengan diagnosa untuk mendeteksi apakah seseorang tersebut terinfeksi HIV. Diagnosis HIV ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Jenis pemeriksaan laboratorium HIV dapat berupa:
- Tes serologi yang terdiri dari:
- Tes cepat (Rapid Test)
- Tes Enzyme Immunoassay (EIA)
- Tes virologis yang terdiri dari:
- HIV DNA kualitatif (EID), tes ini digunakan untuk mendiagnosis keberadan virus pada bayi berumur kurang dari 18 bulan
- HIV RNA kuantitatif, tes ini digunakan untuk memeriksa jumlah virus dalam darah
Pengobatan HIV/AIDS
Penderita yang telah terdiagnosis HIV harus segera mendapatkan pengobatan berupa antiretroviral (ARV) yang bekerja untuk mencegah virus HIV menggandakan diri dan menghancurkan sel CD4. Pengobatan ini dapat digunakan untuk ibu hamil agar mencegah penularan HIV ke janin. Namun perlu diingat bahwa pengobatan ini harus dilakukan rutin dan diminum sesuai jadwal, di waktu yang sama setiap hari agar perkembangan virus dapat dikendalikan.
Pencegahan HIV dan AIDS
Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan HIV dan AIDS, antara lain:
- Gunakan kondom yang baru setiap berhubungan intim.
- Hindari berhubungan intim dengan lebih dari satu pasangan.
- Bersikap jujur kepada pasangan jika mengidap positif HIV, agar pasangan juga menjalani tes HIV.
- Diskusikan dengan dokter jika didiagnosis positif HIV saat hamil, mengenai penanganan selanjutnya, dan perencanaan persalinan, untuk mencegah penularan dari ibu ke janin.
- Bersunat untuk mengurangi risiko infeksi HIV.
- Jika menduga baru terinfeksi atau tertular virus HIV, seperti setelah melakukan hubungan intim dengan pengidap HIV, maka harus segera ke dokter. Tujuannya agar mendapatkan obat post-exposure prophylaxis (PEP) yang dikonsumsi selama 28 hari dan terdiri dari 3 obat antiretroviral.