Selama ini banyak aplikasi yang beredar yang dirilis pemerintah secara luas. Padahal dengan banyaknya pilihan tersebut tidak menjamin terintegrasinya layanan yang dibutuhkan. Perlu ada perampingan agar lebih efisien.
Menteri Komunikasi dan Informatika menekankan pentingnya penataan ulang puluhan ribu aplikasi pemerintah yang jumlahnya terlampau banyak hingga mencapai 24.400 aplikasi.
“Kita perlu menata ulang (aplikasi pelayanan publik) untuk menghasilkan satu aplikasi super (super apps) Indonesia,” kata Menkominfo, dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia yang berlangsung secara hybrid di Nusa Dua, Bali, Selasa (12/07/2022).
Dirinya mengklaim dari 24.400 aplikasi yang tersebar, Kominfo akan menutup, dan kemudian, secara bertahap, memindahkannya ke super apps.
“Dari jumlah tersebut, pelan-pelan kita mulai melakukan shutdown dan pindahkan,” tuturnya.
Adapun, nantinya, ke-24.400 aplikasi yang tersebar ini akan disederhanakan hingga hanya sebanyak delapan hingga sepuluh aplikasi.
“Paling tidak, cukup hanya delapan aplikasi yang terintegrasi. Ini sedang kita siapkan dalam roadmap Kominfo,” jelas dia.
Di sisi lain, dalam menenerapkan e-government di Indonesia, salah satu yang menjadi kendala pemerintah saat ini adalah masih menggunakan 2.700 pusat data dan server hanya sekitar 3 persen yang berbasis cloud, sisanya ethernet (bekerja sendiri-sendiri) yang mengakibatkan sangat sulit inter-operabilitas data untuk menghasilkan satu data sebagai implementasi data driven policy di Indonesia.
“Jadi perlu kita siapkan dengan benar,” tegasnya.
Senada, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan mengatakan adanya 24.400 aplikasi ini justru tidak efisien dan dinilai hanya menghabiskan anggaran negara.
“Bayangkan, kita punya lebih dari 400 ribu aplikasi dan juga 24 ribu (aplikasi di kementerian/lembaga). Kemudian, setiap lembaga itu punya 2.700 database sendiri-sendiri,” ujarnya.
Ia juga yakin, inisiasi dari pemerintah untuk menerapkan e-government ini nantinya akan membuat aplikasi dan kebijakan antar kementerian dan lembaga akan saling terhubung satu sama lainnya.
“Jadi, ini disebut inter-government connection maupun penggunaan aplikasi, jadi tidak setiap orang (kementerian/lembaga) buat aplikasi sendiri-sendiri yang tidak interoperable, tapi mereka akan lebih coordinate,” tandasnya.
(Ful)