Kitab kuning merupakan referensi ilmu yang tidak pernah usang dimakan zaman. Sampai kapanpun, kitab kuning tetap diperlukan sebagai sumber rujukan ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Apalagi ternyata banyak sekali ulama dan pakar berbagai bidang yang hasil penelitiannya disimpan dalam file kitab kuning. Namun sayangnya, orang yang mahir membaca kitab kuning sudah mulai menyusut. Inilah yang melatarbelakangi pendirian Ma’had Aly di Pondok Pesantren Nurul Qarnain, Desa Baletbaru, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Menurut Mudir Ma’had Aly Nurul Qarnain, H Badrut Tamam, yang dilansir dari NU Online 2021 lalu, SDM (sumber daya manusia) yang menguasai kitab kuning sangat dibutuhkan Indonesia sejak dulu, sekarang, dan di masa-masa mendatang. Hal ini karena vitalnya kitab kuning dalam khazanah ilmu pengetahuan.
“Tanpa mengurangi kebanggaan kita kepada semua pesantren, kenyataannya pesantren sekarang tidak seperti dulu intensitanya dalam memproduksi santri yang ahli kitab kuning,” ucapnya.
Ma’had Aly Nurul Qarnain sebenarnya didirikan tahun 2005, namun baru memperoleh SK Kementerian Agama tahun 2017. Kendati terhitung muda, tapi ma’had aly yang satu ini cukup gesit bergerak. Respons masyarakat yang benar-benar ingin menekuni disiplin ilmu (keagamaan) tertentu dengan basis kitab kuing, luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan datangnya mahasantri yang tidak hanya dari Jember dan sekitarnya, tapi juga dari Nusa Tenggara Barat, Bali, dan Kalimantan Barat.
“Mereka adalah pejuang-pejuang agama dengan kitab kuning sebagai basisnya,” jelas Ra Badrut, sapaan akrabnya. Ma’had Aly Nurul Qarnain membuka jurusan fiqih-ushul fiqih dengan konsentrasi (takhassus) fiqih siyasah (fiqih politik). Menurut Ra Badrut, ada beberapa konsentrasi yang ditawarkan Kementerian Agama, namun yang dipilih adalah fiqih siyasah.
“Pertama, karena kitab-kitabnya yang terkait dengan itu lebih gampang didapat. Kedua fiqih siyasah itu tak jauh beda dengan fiqih jinayat. Soal jinayat itu juga dibahas dalam fiqih siyasah,” terang alumnus Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur itu.
Ma’had aly memang bukan perguruan tinggi biasa. Keberadaannya dibentuk untuk mencetak alumnus yang mempunyai keahlian dalam disiplin ilmu agama tertentu dan mahir membaca kitab kuning. Aturannya dalam satu kabupaten tidak boleh ada ma’had aly dengan konsentasi ilmu yang sama.
“Jurusan boleh sama, tapi konsentrasi tidak boleh sama, kecuali dalam satu provinsi,” ucapnya.
Ma’had Aly Nurul Qarnain adalah satu-satuya ma’had aly yang sudah eksis di Jember. Tahun ini Pondok Pesantren Assuniyah, Kencong, Kabupaten Jember juga mendirikan ma’had aly, dengan konsentrasi ilmu yang berbeda, tentu.