Kesempatan istimewa berbagi gagasan dilakukan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) ini. Karena dia menjadi salah satu pimpinan (co-chair) Youth 20 (Y20). Di forum kaula muda negara-negara G20 tersebut, Nurul mengampanyekan Indonesia sebagai contoh negara yang memiliki toleransi yang tinggi.
“Indonesia sebagai contoh negara berbudaya, toleransi tinggi, dan keberagaman yang tinggi,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa negara Indonesia terdiri dari beragam suku dan berbagai macam agama. Negeri yang berjuluk Zamrud Khatulistiwa ini juga memiliki ratusan bahasa daerah. Meskipun begitu beragam, masyarakat Indonesia tetap hidup harmonis berdampingan. Mereka saling menghargai satu sama lain. Dalam berkomunikasi juga, ada bahasa Indonesia yang menjadi pemersatu bangsa ini. Dan hal tersebut menarik untuk diduplikasi kawasan lain.
Nurul mengajak kepada para pemuda Indonesia turut serta menjaga keberagaman dan keharmonisan dalam hidup berbangsa dan bernegara ini. Pemuda, menurutnya, harus tampil ke depan publik untuk terus mengampanyekan kehidupan yang inklusif, tidak eksklusif sehingga membuat ketidaknyamanan bagi orang lain. Sebab, menyitir ayat Al-Qur’an, ia menegaskan bahwa perbedaan yang diciptakan dari sisi kebangsaan dan kesukuan itu tiada lain agar saling mengenal satu sama lain, bukan merendahkan atau mengeksklusi. Semangat itulah yang hendaknya terus dijaga elemen bangsa.
“Bukankah kita memang sudah sejak dari sananya diciptakan berbeda? Kan jelas di Al-Qur’annya juga, lita’arafu, supaya kita semua saling mengenal,” katanya.
Dalam pidatonya pada Pra KTT di Manokwari, Papua Barat beberap waktu lalu, Nurul menjelaskan bahwa jumlah generasi muda saat ini terbesar dalam sejarah dunia. Setidaknya, ada 1,8 miliar anak muda di dunia. Ia menegaskan, kaum muda dapat menjadi kekuatan yang kuat untuk pembangunan dan transformasi sosial dan ekonomi jika dibekali dengan keterampilan, pengetahuan, dan peluang. Namun persoalannya, intoleransi di dunia meningkat sehingga kekuatan itu yang diimpikan itu terhambat untuk dicapai.
“Salah satu tantangan paling signifikan yang dihadapi kaum muda saat ini adalah investasi sumber daya manusia yang tidak memadai dan meningkatnya intoleransi di antara masyarakat,” katanya.
(Ful)