Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi memastikan Khilafatul Muslimin tak terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag) sebagai organisasi kemasyarakatan. Zainut mengatakan, Khilafatul Muslimin sebagai gerakan keagamaan yang gigih mengampanyekan sistem khilafah. Menurut dia, kelompok tersebut ingin mengganti konsep negara Pancasila sehingga harus ditindak lantaran dapat mengancam keselamatan agama.
“Khilafatul Muslimin merupakan gerakan keagamaan yang gigih mempropagandakan dan mengampanyekan sistem khilafah di Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ingin mengganti konsep negara Pancasila dan NKRI yang sudah menjadi kesepakatan bangsa,” ujar Zainut seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (09/06/2022).
Dengan demikian, keberadaannya harus segera ditangani dengan serius lantaran akan berakibat fatal. Karena itu pemerintah dengan cepat melakukan penanganan secara serius.
“Sehingga gerakan tersebut harus segera ditindak karena dapat mengancam keselamatan negara,” katanya.
Khilafatul Muslimin merupakan organisasi masyarakat yang mendapat sorotan lantaran melakukan aksi konvoi di kawasan Cawang, beberapa waktu lalu. Pada video rekaman aksi konvoi yang sempat ramai di media sosial tersebut terlihat beberapa orang mengibarkan benedera dan membawa poster bertulisan “Sambut Kebangkitan Khilafah Islamiyyah”.
Zainut pun mengapresiasi langkah Polri yang telah menangkap pemimpin Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja pada Selasa (07/06/2022) lalu. Ia meyakini polisi telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penangkapan dan penahanan Baraja. Selain itu, ia berharap kepolisian segera mengembangkan proses penyelidikan dan penyidikan secara instensif untuk mengungkap motif dan pola gerakannya serta menelusuri jaringan organisasi maupun sumber dananya.
“Agar dapat segera ditindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlalu,” ucap Zainut.
Lebih lanjut, ia mengatakan masalah khilafah kerap kali salah dipahami sebagian orang. Pemahaman yang menilai paham yang menganggap khilafah adalah satu-satunya konsep pemerintahan yang harus ditegakkan, sementara konsep lain salah dan sesat. Ini artinya tidak mampu memahami teks hadits dan Al-Quran secara kontekstual.
“Tidak memahami teks al-Hadits dan Al-Qur’an secara substantif dan kontekstual, sehingga menjurus pada pemahaman sempit, menyesatkan dan bisa membahayakan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara,” tandasnya.
(Ful)