Majalahaula.id – Generasi Z (Gen Z), yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, merupakan generasi yang tumbuh dalam era digital dan globalisasi. Mereka dikenal sebagai generasi yang melek teknologi, kritis, dan memiliki keinginan kuat untuk berkontribusi pada perubahan sosial. Di sisi lain, Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan terbesar di dunia memiliki peran strategis dalam membentuk moral, etika, dan karakter kebangsaan. Dengan semangat Islam rahmatan lil ‘alamin, NU dapat menjadi motor penggerak dalam membangun sinergi antara nilai-nilai keislaman dan modernitas untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Dalam konteks menuju Indonesia Emas 2045, kolaborasi antara NU dan Gen Z menjadi kunci penting. Indonesia Emas 2045 adalah visi besar yang menargetkan Indonesia sebagai negara maju dengan ekonomi kuat, masyarakat berdaya saing, dan berkeadilan sosial. Untuk mencapai visi ini, diperlukan sinergi antara nilai-nilai keagamaan yang diusung NU dan semangat inovasi yang dimiliki Gen Z. Revitalisasi peran NU dengan melibatkan Generasi Z melalui pendekatan perencanaan partisipatif menjadi sebuah keniscayaan.
Gen Z memiliki potensi besar untuk menjadi Agen Perubahan (Agent of Change). Mereka adalah generasi yang memiliki karakteristik unik, seperti adaptasi cepat terhadap teknologi, pola pikir kritis, serta keterbukaan terhadap ide dan inovasi. Namun, tantangan yang dihadapi Gen Z juga tidak kecil, seperti pengaruh globalisasi yang dapat mengikis nilai-nilai lokal dan keagamaan. Gen Z dikenal sebagai Digital Natives artinya mereka tumbuh dengan teknologi yang memudahkan akses informasi dan komunikasi. Namun, tantangan yang dihadapi generasi ini tidak sedikit, di antaranya : 1) Krisis Identitas dan Nilai. Pengaruh globalisasi dan digitalisasi sering kali menyebabkan krisis identitas di kalangan Gen Z. Mereka cenderung lebih individualistis dan kurang memiliki keterikatan terhadap nilai-nilai budaya dan keagamaan. 2) Minimnya Literasi Keagamaan dan Sosial. Akses informasi yang luas tidak selalu diiringi dengan pemahaman yang mendalam tentang agama dan kebangsaan. Hal ini menyebabkan banyaknya misinterpretasi terhadap ajaran Islam dan meningkatnya intoleransi akibat informasi yang tidak valid. 3) Tantangan Ekonomi dan Ketenagakerjaan. Kompetisi kerja yang semakin ketat serta perubahan pola kerja akibat digitalisasi membuat Gen Z harus memiliki keterampilan yang relevan dengan perkembangan zaman.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, NU perlu merevitalisasi perannya dengan strategi yang lebih inklusif dan partisipatif. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain : 1) Pendidikan Berbasis Digital. NU dapat mengembangkan platform pembelajaran berbasis digital yang menyajikan kajian Islam, kebangsaan, dan keterampilan hidup yang sesuai dengan kebutuhan Gen Z. 2) Pemberdayaan Ekonomi Kreatif. Dengan mendukung kewirausahaan berbasis digital dan ekonomi kreatif, NU dapat membantu Gen Z untuk lebih mandiri secara ekonomi sekaligus tetap berpegang pada nilai-nilai Islam. 3) Penguatan Identitas Keislaman dan Kebangsaan. NU dapat menginisiasi program diskusi, seminar, dan kampanye sosial untuk meningkatkan pemahaman keislaman dan kebangsaan yang moderat dan inklusif di kalangan Gen Z. 4) Optimalisasi Media Sosial dan Influencer Muslim. Mengingat Gen Z sangat aktif di media sosial, NU perlu memanfaatkan platform ini untuk menyebarkan dakwah yang relevan dengan gaya komunikasi mereka.
Agar program-program NU lebih efektif dan berdampak terhadap kemaslahatan umat, pendekatan perencanaan partisipatif menjadi sangat penting. Pendekatan ini melibatkan Gen Z dalam proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program, sehingga mereka merasa memiliki dan berkontribusi secara langsung. Beberapa bentuk implementasi perencanaan partisipatif meliputi : 1) Focus Group Discussion (FGD) dengan komunitas Gen Z untuk memahami kebutuhan dan tantangan mereka. 2) Pengembangan program berbasis komunitas seperti pesantren digital, workshop keterampilan, dan inkubasi bisnis bagi anak muda. 3) Keterlibatan dalam pengambilan keputusan di organisasi NU, misalnya dengan mendukung peran generasi muda NU dalam kepengurusan struktural.
Di sinilah NU dapat memainkan perannya. Sebagai organisasi yang mengusung nilai-nilai keislaman yang moderat dan berbasis kearifan lokal, NU dapat menjadi penyeimbang bagi Gen Z dalam menghadapi arus globalisasi. Dengan pendekatan perencanaan partisipatif, NU dapat menjadi garda terdepan dalam membimbing Gen Z untuk menjadi generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki akhlak mulia dan kepedulian sosial. Revitalisasi peran NU dengan melibatkan Gen Z akan menjadi langkah strategis dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo