Majalahaula.id – Kepemimpinan Kiai dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran sentral dalam membentuk kinerja organisasi, terutama dalam implementasi perencanaan partisipatif di tingkat basis. Kiai, sebagai figur yang dihormati, tidak hanya berperan sebagai pemimpin spiritual tetapi juga sebagai penggerak sosial yang memengaruhi dinamika organisasi. Salah satu aspek penting dalam kepemimpinan kiai NU adalah kemampuannya dalam menggerakkan masyarakat melalui model kepemimpinan karismatik dan partisipatif.
Kiai NU dikenal sebagai pemimpin yang memiliki kharisma dan integritas tinggi. Mereka memainkan peran ganda, yaitu sebagai pemimpin agama dan pemimpin masyarakat. Dalam konteks organisasi, Kiai berfungsi sebagai mediator antara nilai-nilai keagamaan dan praktik organisasi. Kepemimpinan Kiai bersifat transformasional artinya mereka mampu menginspirasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan bersama.
Beberapa peran utama kepemimpinan kiai NU dalam organisasi antara lain : 1) Pemimpin Spiritual. Kiai NU sering kali menjadi panutan dalam kehidupan keagamaan komunitasnya. Legitimasi mereka didasarkan pada keilmuan dan ketokohan dalam bidang agama yang membuat mereka memiliki pengaruh besar terhadap pola pikir dan sikap masyarakat. 2) Penggerak Sosial dan Budaya. Selain menjadi pemimpin keagamaan, kiai NU juga memainkan peran dalam membangun nilai-nilai sosial dan budaya di lingkungan masyarakatnya. Melalui pesantren dan majelis taklim, mereka dapat mengembangkan pendidikan dan kegiatan sosial yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. 3) Mediator dalam Konflik Sosial. Kiai NU sering menjadi jembatan dalam penyelesaian konflik di tingkat komunitas. Dengan pendekatan musyawarah dan komunikasi yang berbasis nilai-nilai Islam moderat, mereka mampu meredakan ketegangan sosial yang mungkin terjadi. 4) Pengambil Keputusan dalam Organisasi NU. Dalam konteks organisasi NU, kiai memiliki posisi strategis dalam menentukan arah kebijakan dan pengelolaan organisasi. Hal ini terlihat dalam struktur kepemimpinan NU yang berbasis kolektif-kolegial dengan adanya Rais Aam di PBNU, serta kiai di tingkat wilayah dan cabang.
Kepemimpinan Kiai NU memiliki dampak signifikan terhadap kinerja organisasi, terutama dalam implementasi perencanaan partisipatif. Beberapa dampak tersebut antara lain : 1) Meningkatkan Partisipasi Anggota dan Masyarakat. Kehadiran kiai sebagai pemimpin yang dihormati mendorong keterlibatan masyarakat dalam program-program organisasi NU sesuai dengan kebutuhan masyarakat, termasuk dalam penyusunan dan implementasi perencanaan partisipatif yang memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan guna meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap organisasi. 2) Memperkuat Keberlanjutan Organisasi. Kepemimpinan kiai NU yang berbasis pada nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) memberikan stabilitas dan kesinambungan dalam organisasi, baik dalam aspek ideologi maupun program kerja. 3) Memperkuat Kohesi Sosial. Kiai berperan dalam memperkuat kohesi sosial di antara anggota organisasi dan masyarakat. Hal ini menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mencapai tujuan organisasi. 4) Mendorong Kemandirian Ekonomi dan Sosial. Banyak kiai NU yang berperan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui koperasi, pesantrenpreneur, dan kegiatan ekonomi berbasis komunitas yang memperkuat ketahanan ekonomi anggota NU. 5) Menjaga Nilai-Nilai Keislaman dan Kebangsaan. Kiai NU memiliki peran strategis dalam menjaga keseimbangan antara nilai-nilai Islam dan nasionalisme, sehingga NU tetap menjadi organisasi yang moderat dan berkontribusi dalam membangun harmoni sosial di Indonesia.
Implementasi perencanaan partisipatif di tingkat basis memerlukan pendekatan yang inklusif dan partisipatif. Kiai NU memainkan peran kunci dalam memastikan bahwa proses perencanaan melibatkan semua pihak, termasuk kelompok marginal. Beberapa langkah yang dilakukan antara lain : 1) Majelis Musyawarah sebagai Sarana Partisipatif. Forum-forum musyawarah yang dipimpin oleh kiai di pesantren atau komunitas menjadi wadah bagi masyarakat untuk berkontribusi dalam perencanaan dan evaluasi program. 2) Pemberdayaan Melalui Pendidikan dan Dakwah. Pesantren dan lembaga pendidikan NU menjadi pusat kaderisasi dan pemberdayaan masyarakat agar mampu terlibat dalam pembangunan sosial dan ekonomi. 3) Kolaborasi dengan Pemerintah dan Lembaga Lainnya. NU di tingkat basis sering kali bekerja sama dengan pemerintah dan organisasi lain dalam menjalankan program pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Kepemimpinan Kiai NU memiliki peran krusial dalam meningkatkan kinerja organisasi melalui implementasi perencanaan partisipatif di tingkat basis dengan model kepemimpinan yang karismatik, partisipatif, dan berbasis nilai-nilai Aswaja. Dengan kharisma dan integritasnya, Kiai mampu menggerakkan partisipasi masyarakat, meningkatkan akuntabilitas, dan memperkuat kohesi sosial. Hal ini menjadikan Kiai sebagai aktor penting dalam keberhasilan organisasi NU. Dengan demikian, keberlanjutan organisasi NU dapat terjaga dan semakin memberikan manfaat bagi umat.
*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo