Search

Strategi Perencanaan Berbasis Pemikiran Nahdliyin : Harmoni antara Tradisi dan Pembangunan
Oleh : Heri Junaidi, S.Sos.*)

Majalahaula.id – Pemikiran Nahdliyin, yang berakar dari nilai-nilai keislaman Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) yang dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama (NU), menawarkan perspektif unik dalam perencanaan pembangunan. Pendekatan ini tidak hanya menekankan aspek material, tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai spiritual, kearifan lokal, dan harmoni sosial. Strategi perencanaan berbasis pemikiran Nahdliyin bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara tradisi dan modernitas, serta memastikan bahwa pembangunan berjalan selaras dengan nilai-nilai keagamaan dan budaya masyarakat.

Pemikiran Nahdliyin memiliki beberapa prinsip utama yang dapat dijadikan dasar dalam strategi perencanaan pembangunan, antara lain : 1) Tawassuth (Moderasi). Pemikiran Nahdliyin mengedepankan sikap moderat, menghindari ekstremisme, dan mencari jalan tengah dalam setiap kebijakan. Hal ini tercermin dalam perencanaan yang inklusif dan berkeadilan. 2) Tasamuh (Toleransi). Nilai toleransi mendorong terciptanya kerjasama antar berbagai kelompok masyarakat, menghargai perbedaan, dan memastikan bahwa pembangunan tidak mengabaikan kelompok minoritas. 3) I’tidal (Keadilan). Keadilan menjadi prinsip utama dalam distribusi sumber daya dan akses terhadap pembangunan, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. 4) Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Prinsip ini mendorong pembangunan yang mendukung kebaikan dan mencegah kerusakan, baik secara sosial, lingkungan, maupun spiritual.

Baca Juga:  Ber-Ansor dan Kerinduan, Catatan Kaderisasi Ansor di Taiwan

Pemikiran Nahdliyin menekankan pentingnya melestarikan tradisi dan kearifan lokal dalam proses pembangunan. Tradisi bukan dianggap sebagai penghambat, melainkan sebagai fondasi yang memperkuat identitas masyarakat. Misalnya, dalam pembangunan infrastruktur, nilai-nilai seperti gotong royong dan musyawarah dapat diintegrasikan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.

Selain itu, pembangunan ekonomi juga harus memperhatikan prinsip keislaman, seperti menghindari riba dan mendukung usaha kecil menengah (UKM) yang berbasis komunitas. Dengan demikian, pembangunan tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan kesejahteraan sosial dan spiritual.

Strategi perencanaan berbasis pemikiran Nahdliyin dapat diimplementasikan dalam berbagai urusan yang menyangkut kemaslahatan umat, seperti : 1) Integrasi Nilai Kultural dalam Pembangunan. Mengadopsi sistem pesantren sebagai model pendidikan berbasis kemandirian dan kearifan local, serta mendorong ekonomi berbasis komunitas melalui koperasi syariah dan usaha mikro berbasis keumatan. 2) Pemberdayaan Masyarakat dengan Pendekatan Partisipatif. Melibatkan kiai, santri, dan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, serta meningkatkan kapasitas SDM melalui pelatihan berbasis nilai-nilai Islam dan keterampilan modern. 3) Pembangunan Berbasis Ekonomi Kerakyatan. Mengembangkan ekosistem ekonomi yang berbasis pada prinsip keadilan dan kesejahteraan bersama, serta memperkuat jaringan Nahdliyin dalam sektor ekonomi dengan pendekatan syariah. 4) Penerapan Teknologi dengan Pendekatan Adil dan Bijaksana. Memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan akses pendidikan dan ekonomi, serta mengembangkan sistem informasi berbasis Nahdliyin untuk mempercepat pembangunan berkelanjutan. 5) Pembangunan Lingkungan dengan Penerapan Prinsip Kelestarian Alam (Hifzhul Bi’ah). Dalam Islam, prinsip kelestarian lingkungan dikenal sebagai Hifzhul Bi’ah, yaitu menjaga dan memelihara alam agar tetap lestari dan terjaga keseimbangan ekosistem, serta dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang.

Baca Juga:  Keutamaan Do’a Seorang Bapak Pada Anaknya

Strategi perencanaan berbasis pemikiran Nahdliyin menawarkan pendekatan holistik yang memadukan tradisi dan modernitas. Dengan mengedepankan nilai-nilai moderasi, toleransi, dan keadilan, pendekatan ini dapat menjadi solusi untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Harmoni antara tradisi dan pembangunan bukan hanya mungkin, tetapi juga diperlukan untuk memastikan bahwa kemajuan tidak mengorbankan identitas dan nilai-nilai luhur masyarakat.

 

 

*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA